Detik.com – Gubernur Jakarta yang juga maju di Pilgub DKI 2017, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), melontarkan pernyataan kontroversial terkait dengan pertimbangan pemilihan calon kepala daerah berdasarkan agama. Menurut Ahok, memilih calon kepala daerah berdasarkan agama melanggar konstitusi.
Saat ditanyai perihal landasan pendapatnya itu, Ahok menjelaskan hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang Pilkada. Dalam Pilkada, tak boleh menggoreng isu yang menjurus ke kebencian bersentimen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
“UU Pilkada melarang menggunakan SARA,” kata Ahok kepada detikcom, Senin (13/2/2017).
Dia tak ingin ada pihak-pihak yang memainkan isu SARA secara politis. Bila ketentuan dalam Undang-Undang Pilkada dilanggar, pihak yang melanggar bisa ditindak oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Patokannya pasal-pasal dalam Undang-Undang Pilkada saja. Bawaslu juga akan mengenakan sanksi (bila ada yang melanggar),” kata Ahok.
Sebelumnya diberitakan, pidato Ahok itu disampaikan saat sertijab dengan Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono di Balai Kota, Sabtu (11/2) lalu. Dia sempat bicara soal pencoblosan Pilgub DKI.
“Bapak-Ibu tahu persis kenapa pilih A, kenapa pilih B, kenapa pilih C. Jadi karena kalau berdasarkan agama, itu juga saya nggak melarang, ya nggak apa-apa, saya nggak mau berdebat soal itu. Karena soal itu, saya disidang. Tapi dapat saya katakan, jika begitu, Anda melawan konstitusi di NKRI jika milih orang berdasarkan agama,” ucap Ahok.
Ahok sendiri tak menjelaskan pasal mana dalam UU Pilkada yang dia maksud. Bila menilik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada, ada Pasal 69 yang mengatur tentang larangan kampanye. Dalam kampanye dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon gubernur, calon bupati, calon wali kota, dan/atau partai politik
c. melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat
Ada 11 poin dalam Pasal 69 ini. Selain Pasal 69 huruf b, yang secara eksplisit menyebut tentang agama, ada Pasal 69 huruf i, yang melarang penggunaan tempat ibadah dan pendidikan.
Dalam Pasal 187, diatur perihal konsekuensi pidana dari pelanggaran Pasal 69. Pihak yang melanggar Pasal 69 huruf a sampai huruf f bisa kena pidana penjara paling singkat tiga bulan atau paling lama 18 bulan, dengan denda Rp 600 ribu sampai Rp 6 juta. Pelanggar Pasal 69 huruf i bisa dikenai pidana paling singkat penjara enam bulan, dengan denda Rp 100 ribu sampai Rp 1 juta.
Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sempat mencuitkan pendapatnya lewat Twitter bahwa memilih berdasarkan agama tidaklah melanggar konstitusi. Meski begitu, Lukman tak menyebut soal konteks apa pendapat itu dikemukakan, apakah menanggapi pernyataan Ahok atau tidak.
“Kita bangsa religius yg menjadikan agama sebagai acuan bersikap. Memilih cagub berdasar keyakinan agama sama sekali tak langgar konstitusi,” kata Lukman, mencuit di Twitter lewat akun resminya, @lukmansaifuddin, pada Minggu (12/2/) sekitar pukul 17.30 WIB kemarin.