Detik.com – Hakim konstitusi Patrialis Akbar ditangkap KPK karena diduga menerima suap terkait dengan gugatan UU 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Lantas, apa dampaknya jika gugatan tersebut dikabulkan atau ditolak Mahkamah Konstitusi (MK)?
Koordinator penggugat dari Dewan Peternakan Rakyat, Teguh Boediyana, mengungkapkan gugatan yang diajukan tersebut ditujukan agar ada perlindungan kepada peternak lokal oleh pemerintah, khususnya dalam hal penyakit yang disebarkan lewat impor daging dan sapi hidup dari negara zone based.
“Gugatan kami ajukan dalam komitmen melindungi peternak lokal, baik sapi, kerbau, kambing, dan sebagainya dari penyakit,” jelas Teguh kepada detikcom, Jumat (27/1/2017).
Teguh enggan menjelaskan secara spesifik bentuk perlindungan hewan ternak lokal dari penyakit yang dibawa dari pemasukan daging impor dan sapi hidup, termasuk daging kerbau India. Penyakit tersebut khususnya penyakit mulut dan kuku (PMK).
Namun, jika gugatan tersebut dikabulkan MK, pemerintah tak boleh lagi mengimpor dari negara yang selama ini belum bebas PMK. Seandainya ditolak, pemerintah tetap mengizinkan impor daging dari negara yang belum bebas dari PMK, seperti yang berlaku saat ini.
“Yang kami minta pokoknya ada maximum security terhadap peternak lokal dari penyakit. Konteks kami mengajukan itu soal kesehatan hewan karena pemerintah membuka impor dari zone based. Contohnya kalau itu dikabulkan, pemerintah tak boleh lagi mengimpor dari negara yang selama ini belum bebas PMK,” ujar Teguh.
Seperti diketahui, Undang-Undang Nomor 41/2014 membolehkan impor sapi bakalan dan daging sapi dengan sistem zonasi, namun hanya diperbolehkan dalam ‘kondisi khusus’, misalnya saat terjadi bencana alam yang menyebabkan penurunan populasi sapi secara drastis di Indonesia atau sebagai bentuk pengendalian harga.
Impor sapi dengan sistem zonasi tidak diizinkan oleh UU Peternakan jika dalam kondisi normal. Sistem zonasi hanya bebas digunakan kapan pun untuk impor sapi indukan. Itu pun dengan syarat ketat, yakni sapi harus dikarantina di pulau-pulau yang ditetapkan sebagai pulau karantina.
Peraturan pemerintah ini memperbolehkan Indonesia mengimpor sapi atau kerbau dengan sistem zone based. Sistem zone based memperbolehkan impor sapi atau kerbau dari dari negara yang belum bebas dari penyakit mulut dan kuku, namun dengan sejumlah persyaratan.
Berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni country based, yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK, seperti Australia dan Selandia Baru.
Soal kasus suap yang berkaitan dengan pasal yang sedang digugatnya, dia enggan berkomentar.
“Kami nggak mengerti, itu tanya saja KPK apa motifnya, kita juga tidak tahu apa yang diinginkan (penyuap),” ujar Teguh, yang juga Ketua Dewan Peternakan Nasional.
Berikut ini bunyi pasal-pasal yang digugat:
– Pasal 36 C ayat 1
Pemasukan Ternak Ruminansia Indukan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat berasal dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukannya.
– Pasal 36 C ayat 3
Pemasukan Ternak Ruminansia Indukan yang berasal dari zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus terlebih dahulu:
a. dinyatakan bebas Penyakit Hewan Menular di negara asal oleh otoritas veteriner negara asal sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan badan kesehatan hewan dunia dan diakui oleh Otoritas Veteriner Indonesia;
b. dilakukan penguatan sistem dan pelaksanaan surveilan di dalam negeri; dan
c. ditetapkan tempat pemasukan tertentu.
– Pasal 36 D ayat 1
Pemasukan Ternak Ruminansia Indukan yang berasal dari zona sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36C harus ditempatkan di pulau karantina sebagai instalasi karantina hewan pengamanan maksimal untuk jangka waktu tertentu.
– Pasal 36 E ayat 1
Dalam hal tertentu, dengan tetap memerhatikan kepentingan nasional, dapat dilakukan pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan.
Kongres Advokat Indonesia