Presiden: Biar Jumlahnya Kecil, yang Namanya Pungli Menjengkelkan!
Presiden: Biar Jumlahnya Kecil, yang Namanya Pungli Menjengkelkan!

Presiden: Biar Jumlahnya Kecil, yang Namanya Pungli Menjengkelkan!

 Presiden: Biar Jumlahnya Kecil, yang Namanya Pungli Menjengkelkan!

Hukumonline.com –  Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) agar hati-hati terhadap urusan pungutan liar (pungli). Menurut presiden, meski dalam jumlah uang yang kecil, persoalan pungli sangat meresahkan masyarakat.

“Tidak hanya urusan sertifikat, tidak hanya urusan SIM, tidak hanya urusan KTP, tidak hanya urusan izin-izin, semuanya akan saya awasi. Hati-hati. Saya sudah mengingatkan,” tegas Presiden Jokowi, seperti dikutip dari situs Setkab.

Terkait pungli itu, Presiden menegaskan, bukan urusan uangnya. Banyak yang bilang, sebagaimana pada kasus yang terjadi di Kementerian Perhubungan, yang uangnya hanya sekian juta saja. “Bukan hanya urusan kecil-kecil seperti itu, yang lebih kecilpun akan saya urus. Bukan hanya urusan Rp500 ribu atau Rp1 juta, urusan Rp10 ribupun nanti akan saya urus,” tegas Jokowi.

Presiden menilai pungli kecil-kecil tapi meresahkan, kecil-kecil tapi menjengkelkan. “Kita harus membangun sebuah budaya yang baik, budaya kerja yang cepat,” ujar Presiden seraya menambahkan memang kecil-kecil, hanya Rp100 ribu, hanya Rp50 ribu, tapi kalau dari Sabang-Merauke ada di kantor-kantor, ada di instansi, ada di pelabuhan, ada di jalan raya, kalau dihitung itu bisa puluhan triliun.

Oleh sebab itu, Presiden menegaskan, akan mengurus, mengontrol, dan mengawasinya. “Kalau urusan yang gede-gede, yang miliar, yang triliun, itu urusannya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” kata Presiden.

Presiden mengatakan, yang urusan kecil-kecil biar urusan dirinya. “Saya urusan Rp10 ribu nggak apa-apa, urusan Rp100 ribu nggak apa-apa, urusan Rp200 ribu nggak apa-apa, tapi masyarakat senang, kalau ingin membuat sesuatu dilayani dengan senyum, dilayani dengan cepat. Keinginan saya hanya itu kok, nggak ada yang lain,” tutur Presiden.

Presiden menegaskan, bahwa sekarang ini sudah dibentuk tim saber pungli, tim sapu bersih pungli. Karena itu, tidak boleh lagi rakyat disusahkan, rakyat harus dimudahkan. “Semua keluhan tentang pungli yang disampaikan lewat facebook, twitter, dan sms selalu saya dengarkan dan saya cek ke lapangan,” tutur Presiden Jokowi.

Target Operasi
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah menetapkan target besar Operasi Pemberantasan Pungli karena kelemahan sekaligus tantangan utama dari semangat memberantas pungutan liar adalah konsistensi.

“Jika pemerintah tidak menetapkan target besar atau tolok ukur keberhasilan memerangi Pungli, OPP yang mulai dilakukan sekarang ini akan berakhir dengan kegagalan, sama seperti kegagalan Operasi Tertib (1977-1981) yang kala itu popular dengan sebutan Opstib,” katanya.

Dia menjelaskan, dalam konteks menjaga konsistensi itu, Presiden Joko Widodo serta Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto tentu perlu belajar dari pengalaman atau sejarah pemberantasan Pungli pada dasawarsa 70-an.

Menurut dia, untuk melaksanakan Undang-Undang (UU) No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Presiden Soeharto menerbitkan Instruksi Presiden No.9 Tahun 1977 tentang Operasi Tertib (Opstib) periode 1977-1981.

“Opstib pada era itu juga fokus pada pemberantasan Pungli. Pelaksana tugas sehari-hari Opstib adalah Kaskopkamtib (Kepala Staf Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) yang ditunjuk oleh Pangkopkamtib (Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban),” ujarnya.

Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, karena Opstib tidak berkesinambungan sehingga sulit untuk mengukur keberhasilannya. Menurut dia, Opstib juga belum terintegrasi dengan sub sistem lain, misalnya fungsi inspektorat jenderal pada semua departemen atau kementerian tidak dimaksimalkan.

“Akibatnya, Opstib hanya menimbulkan efek jera sesaat pada era itu. Alih-alih berkurang, seiring perjalanan waktu, praktik Pungli justru semakin marak, bahkan terus berkembang hingga ke semua lini pelayanan publik,” katanya.

Menurut Bambang, pengalaman dari Opstib pada dasawarsa 70-an itu yang relevan untuk dijadikan kajian oleh pemerintahan sekarang ini, terutama dalam program OPP yang dilakukan pemerintah Jokowi-JK.

Dia menegaskan, mematok target besar atau tolok ukur keberhasilan OPP menjadi sangat penting, karena proses pencapaian target itu bisa menjaga konsistensi semangat dan pelaksanaan OPP. “Bersamaan dengan upaya mencapai target itu, pemerintah juga dituntut segera memperbaiki sistem pelayanan publik dengan memanfaatkan teknologi terkini,” ujarnya.

Dia menilai, pelayanan publik pada tingkat pemerintah pusat maupun semua pemerintah daerah, termasuk institusi negara lainnya, harus mengadopsi faktor teknologi terkini sebagai pendukung guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik.

Menurut dia, perbaikan sistem pelayanan publik itu harus menutup celah atau ruang bagi terjadinya praktik Pungli. “Menindak atau menghukum oknum pelaku Pungli tidak cukup ampuh untuk menghilangkan praktik Pungli pada semua lini layanan publik,” katanya.

Menurut dia, satu-satunya pilihan yang tersedia hanyalah perbaikan sistem dengan memanfaatkan teknologi terkini, yang meminimkan terjadinya kontak atau komunikasi langsung antara pejabat berwenang dengan warga yang butuh pelayanan.

(Kongres Advokat Indonesia)

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024
Presidium DPP KAI Kukuhkan 15 AdvoKAI & Resmikan LBH Advokai Lampung
July 20, 2024
Rapat Perdana Presidium DPP KAI, Kepemimpinan Bersama Itu pun Dimulai
July 3, 2024
Tingkatkan Kapasitas Anggota tentang UU TPKS, KAI Utus 20 AdvoKAI untuk Ikut Pelatihan IJRS
June 26, 2024