Cnnindonesia.com – Delapan bundel tumpukan kertas diangkut menggunakan troli dari dalam mobil menuju ruang persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (11/10). Untuk membawa tiap bundel kertas setebal 4.000 halaman itu, sudah barang tentu butuh tenaga ekstra.
Bundelan setebal kamus itu berisi materi pledoi atau nota pembelaan milik tim kuasa hukum terdakwa kasus kopi beracun, Jessica Kumala Wongso. Nota pembelaan itu dibuat terpisah dengan milik Jessica, dan dibacakan tim kuasa hukum di hadapan majelis hakim.
Hampir sebulan tim kuasa hukum menyusun materi nota pembelaan tersebut. Tak heran jika tebalnya mencapai ribuan halaman. Di dalamnya, terketik hampir seluruh fakta persidangan. Sementara pembelaan milik Jessica tebalnya tak sampai 20 halaman.
Salah satu tim kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan, mengatakan bahwa tebalnya nota pembelaan itu adalah karena jaksa penuntut umum (JPU) tak mengungkap seluruh fakta saat membacakan tuntutan. Maka materi nota pembelaan menjadi lebih tebal lantaran dilengkapi keterangan ahli yang dihadirkan kuasa hukum maupun JPU.
Perlu waktu dua hari untuk memfotokopi dan menyusun nota pembelaan itu sebelum dibagikan ke majelis hakim, JPU, tim kuasa hukum, dan arsip dokumen di pengadilan. Biayanya pun tak sedikit. Untuk menyusun satu bundel materi nota pembelaan menghabiskan anggaran hingga Rp3,5 juta. Sementara biaya fotokopinya mencapai Rp17,5 juta.
Beruntung, tim kuasa hukum Jessica menyadari nota pembelaan itu tak mungkin dibaca seluruhnya. Mereka sepakat untuk membuat resume atau ringkasan nota pembelaan hingga menjadi 254 halaman saja.
Jumlah ringkasan itu masih lebih sedikit ketimbang berkas tuntutan milik JPU, yakni 287 halaman. Namun butuh dua hari untuk membacakan materi pembelaan dalam persidangan.
Sidang pembacaan nota pembelaan rupanya tak menarik perhatian pengunjung yang biasa memenuhi ruang sidang. Bagian belakang ruang sidang yang biasa disesaki orang, saat itu terlihat sepi. Bangku-bangku panjang yang biasanya penuh pengunjung, juga terlihat lapang.Pada nota pembelaan tersebut, Otto berkukuh bahwa Jessica tak bersalah atas kematian sahabatnya, Wayan Mirna Salihin. Pernyataan itu didasari ketiadaan saksi dan dangkalnya motif yang disebutkan JPU untuk menjerat Jessica.
Menurut Otto, 17 saksi pegawai Restoran Olivier mengatakan tak melihat Jessica memasukkan sesuatu ke dalam gelas Mirna. Alasan sakit hati juga dianggap Otto tak masuk akal untuk sampai membuat Jessica tega membunuh Mirna.
Otto meminta majelis hakim membebaskan Jessica dan mencabut seluruh dakwaan atas kliennya itu.
Sementara dalam nota pembelaan milik Jessica, gadis lulusan sekolah desain Billy Blue College Australia itu juga bersumpah bukan dia pembunuh Mirna. Jessica mengungkapkan perasaannya yang tertekan. Ia tak yakin Mirna meninggal karena kopi yang dia pesan.
Pemandangan itu kontras dengan saat sidang pembacaan tuntutan. Entah apakah pengunjung bosan, atau menunggu waktu yang tepat untuk kembali mengikuti persidangan.
Jessica kini tinggal menghitung hari. Masih ada sepekan baginya untuk mempersiapkan mental menjelang putusan. Tebalnya nota pembelaan karena seabrek materi yang termuat di dalamnya, diharapkan menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan hukuman.
Jessica dan tim kuasa hukumnya menganggap tuntutan 20 tahun penjara terlalu berat. Target mereka: bebas atau hukuman seringan-ringannya.
(Kongres Advokat Indonesia)