Cnnindonesia.com – Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Kepala Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik (Bulog) Regional Jakarta-Banten Agus Dwi Indiarto sebagai tersangka kasus beras impor oplosan.
Selain Agus, ada empat orang lain dari perusahaan penyalur yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka berinisial TID, SAA, CS, dan J.
“Tersangka ini ditangkap di tempat yang berbeda,” kata Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto lewat keterangan tertulis, Kamis (13/10).
Penangkapan dan penetapan tersangka dilakukan setelah anak penyidik Bareskirm menggeledah kantor Bulog Divisi Regional DKI-Banten dan sejumlah lokasi lain di hari yang sama.
“Ada beberapa dokumen yang kami sita. Termasuk bukti pembayaran (transfer) dari distibutor tidak resmi untuk pembelian Cadangan Beras Pemerintah (CBP),” ujarnya
Saat ini, lima tersangka masih dimintai keterangan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus.
“Untuk sementara terhadap para tersangka dipersangkakan melanggar Undang-undang Pangan, Undang-undang Perdagangan, Undang-undang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang Pencucian Uang,” kata Ari.
Dugaan korupsi disangkakan karena beras bisa sampai ke distributor ilegal, PT DSU. Hal ini sudah diendus sejak pertama kali penyidik menemukan gudang para pengoplos beras itu pekan lalu.
Sebelumnya, petugas sudah menetapkan pihak yang mengoplos beras dan penyewa gudang yang berada di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, sebagai tersangka. Orang berinisial A itu sudah diamankan saat penyidik menggerebek lokasi.
Dalam penggerebekan, polisi mendapati tersangka sedang mengoplos beras lokal bermerk Palem Mas dengan beras impor dari Thailand.
Dalam gudang tersebut ditemukan 200 ton beras. Para pekerja tertangkap basah sedang mengoplos beras dengan perbandingan 2/3 beras lokal, dan 1/3 impor.
Beras lokal tersebut berharga Rp11.000 per kilogram. Sementara beras impor dihargai lebih murah, yakni Rp7.500 per kilogram.
Setelah dioplos, penjual tetap menjual beras dengan harga Rp11.000. Dengan demikian, mereka bisa mendapat untung Rp4.000 per kilogram.
(Kongres Advokat Indonesia)