Hukumonline.com – Setelah sebelumnya dikabarkan mencabut permohonan uji materi UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Ira Hartini Natapradja Hamel ibu dari Gloria Natapradja Hamel, akhirnya mempersoalkan UU Kewarganegaraan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Lewat kuasa hukumnya, Ira memohon pengujian Ketentuan Peralihan, yakni Pasal 41, UU Kewarganegaraan terkait status kewarganegaraan anak yang belum berumur 18 tahun.
“Pemohon memiliki anak yang bernama Gloria, telah dirugikan hak konstitusionalnya terutama frasa ‘mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 tahun setelah UU ini diundangkan’dalam Pasal 41 UU Kewarganegaraan,” ujar kuasa hukum Ira Natapradja, Fahmi H Bachmid dalam sidang pendahuluan yang diketuai Anwar Usman di Gedung MK, Selasa (4/10).
Pasal 41 UU Kewarganegaraan menyebutkan “Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf 1 dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum Undang-Undang (UU) ini diundangkan dan belum berusia 18 tahun atau belum kawin memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan UU ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 tahun setelah UU ini diundangkan.”
Fahmi menjelaskan kerugian hak konstitusional yang dimaksud lantaran Gloria dianggap memiliki kewarganegaraan ganda sesuai Pasal 6 UU Kewarganegaraan. Gadis yang terlahir di Indonesia pada 1 Januari 2000 dari pasangan Didier Hamel (warga negara Perancis) dan Ira Natapradja (WNI)itu sempat terhambat menjadi anggota Paskibraka pada 17 Agustus 2016 di Istana Negara. Ini diduga karena konsekuensi Pasal 41 UU Kewarganegaraan. Padahal, Gloria telah mengikuti serangkaian seleksi dari tingkat kabupaten hingga tingkat nasional. “Faktanya Gloria tidak pernah memilih warga negara Perancis dan hanya memilih warga negara Indonesia,” kata dia.
Dia menilai berlakunya Pasal 41 UU Kewarganegaraan mengandung perlakuan diskriminasi (berbeda). Sebab, anak yang belum berusia 18 tahun hasil perkawinan campuran setelah berlakunya UU Kewarganegaraan ini otomatis berstatus warga negara Indonesia (tidak perlu mendaftar). Sebaliknya, ketika anak yang terlahir belum berusia 18 tahun yang lahir dari ibu WNI sebelum berlakunya UU Kewarganegaraan diwajibkan mendaftar.
“Ini bentuk perlakuan diskriminasi dengan anak hasil perkawinan campuran yang lahir sebelum diundangkannya UU No. 12 Tahun 2006. Hingga saat ini status kewarganegaraan Gloria masih tersandera atau belum pulih,” lanjutnya.
Seharusnya, kata dia, anak Pemohon setelah berumur 18 tahun dapat memilih antara warga negara Indonesia mengikuti kewarganegaran Pemohon selaku ibu kandungnya atau memilih sebagai warga negara Perancis mengikuti kewarganegaraan ayah kandungnya. Seperti berlaku bagi anak yang belum berumur 18 tahun atau belum kawin yang lahir setelah UU No. 12 Tahun 2006 ini.
Karena itu, Pemohon meminta Pasal 41 UU No. 12 Tahun 2006 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Atau Pasal 41 ini dimaknai frasa “mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 tahun setelah UU ini diundangkan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Menanggapi permohonan, Anwar Usman meminta Pemohon memastikan bagian petitum permohonan minta dihapuskan atau inkonstitusional bersyarat. “Seharusnya petitum kami inkonstitusional bersyarat yang Mulia,” jawab Fahmi.
Anggota Majelis Panel I Gede Dewa Palguna menilai secara umum materi permohonannya sudah bagus. Hanya saja, apabila petitum permohonan ini dikabulkan apakah menguntungkan atau merugikan Pemohon? “Ini perlu dipertimbangkan kembali untung atau ruginya? Kalau menguntungkan coba dibangun saja argumentasinya,” sarannya.
Untuk diketahui, Gloria Natapradja Hamel sempat ‘didepak’ dari barisan Paskibraka lantaran dia memiliki dua kewarganegaraan. Gloria bersekolah di SMA Islam Dian Didaktika Cinere, Depok, lahir di Jakarta 1 Januari 2000 dari pasangan Didier Hamel dan Ira Natapradja. Gloria tidak diikutsertakan dalam upacara pengukuhan oleh Presiden Jokowi sehingga hanya tersisa 67 anggota Paskibraka yang tahun ini dikukuhkan.
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengatakan tidak ada pengganti untuk Gloria dalam konfigurasi Paskibraka tahun ini.
Namun kemudian pada 17 Agustus lalu Gloria bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pada kesempatan itu, Gloria mengaku diberi kesempatan secara langsung oleh Presiden dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk ikut bertugas dalam upacara penurunan bendera merah putih.
Dia memiliki dua kewarganegaraan lantaran ayahnya adalah warga negara Perancis, sementara ibunya adalah WNI. Orang tua Gloria seharunya paling lambat 1 Agustus 2014 harus sudah mendaftarkan kewarganegaraannya. Akan tetapi, tenggat waktu akhir itu dilewati. Otomatis, Gloria kehilangan kesempatan memperoleh dwi kewarganegaran sesuai aturan lama karena yang bersangkutan tidak kunjung mendaftarkan diri ke pemerintah Indonesia soal dwi kewarganegaraannya empat tahun sebelum dia 18 tahun.
(Kongres Advokat Indonesia)