Hukumonline.com – Upaya kriminalisasi tim kurator atau pengurus dalam proses kepailitan (restrukturisasi utang) PT Meranti Maritime, Allova Mengko dan Dudi Pramedi masih terus berlanjut dan pihak kepolisian masih menetapkan status tersangka terhadap keduanya.
“Bahkan saat ini kurator juga harus menghadapi upaya kriminalisasi lagi. Pasal yang disangkakan adalah pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan juga ditangani oleh Unit 1 Ranmor Polda Metro Jaya,” kata kuasa hukum kurator PT Meranti Maritime, Mokki Arianto, di Jakarta, Selasa (4/10).
Berkas perkara mereka atas sangkaan Pasal 310, 311 dan 317 KUHP yang dahulu ditangani Polres Jakarta Pusat kini ditarik ke Polda Metro Jaya dan ditangani oleh unit Ranmor Polda Metro Jaya. Padahal, lanjut Mokki, PT Meranti Maritime dan Henry Djuhari selaku debitor kini telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 22 Agustus 2016 lalu. Dengan demikian, kewenangan debitor untuk mengurusi harta miliknya telah beralih kepada kurator.
Mokki menjelaskan, kriminalisasi terhadap Allova dan Dudi bermula pada saat mereka menjalankan tugasnya sebagai kurator untuk mengamankan harta pailit di Jl. Sekolah Kencana IVB, Pondok Indah.
Kurator sesuai dengan Pasal 98 Undang-undang Kepailitan berwenang untuk melakukan segala upaya mengamankan harta pailit. Sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut, kurator telah melakukan upaya pengamanan harta pailit atas rumah Henry Djuhari dengan menggembok pagar rumah.
Hal ini dilakukan karena sebelumnya, Henry Djuhari dan Istrinya telah membawa tiga kendaraan tanpa izin terlebih dahulu dari kurator. “Tetapi justru klien kami malah yang dilaporkan oleh debitor pailit dengan sangkaan perbuatan tidak menyenangkan pasal 335 KUHP. Kami tidak tinggal diam,” ucapnya.
Atas tindakannya itu, lanjut dia, pihaknya juga telah melaporkan Henry Djuhari ke Polda Metro Jaya yang saat ini sedang ditangani oleh Subdit Kamneg, Polda Metro Jaya. Mokki mengaku sangat keberatan atas tindakan Unit I Ranmor Polda Metro Jaya yang datang dengan membawa senjata laras panjang dan berseragam lengkap ke lokasi harta pailit. Bahkan, memaksa kurator untuk membuka gembok pagar pada tanggal 1 September lalu, dengan dasar laporan Pasal 335 KUHP yang baru dilaporkan malam sebelumnya oleh debitor.
Ia menjelaskan, selain Kepolisian, Jaksa dan Hakim, Kurator juga merupakan penegak hukum yang melaksanakan Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU. “Sebagai pelaksana undang-undang, seharusnya kurator mendapatkan perlindungan hukum, tetapi kini kurator malah dikriminalisasi dan dituduh melanggar hukum dengan sangkaan yang tidak masuk akal,” tuturnya.
Oleh karena itu, tambah dia, dengan adanya kriminalisasi kurator seperti yang dialami kliennya justru akan menghambat proses kepailitan dan hanya merugikan para kreditur yang seharusnya mendapatkan pembayaran dari penjualan harta pailit oleh kurator.
“Kriminalisasi kurator tidak sesuai dengan semangat pemerintah yang mau mendorong pertumbuhan ekonomi, karena pembayaran kreditor akan terhambat,” ujarnya.
(Kongres Advokat Indonesia)