Detik.com – Sidang judicial review (JR) di Mahkamah Agung (MA) digelar secara tertutup, berbeda dengan Mahkamah Konstitisi (MK). Oleh sebab itu, reformasi hukum, yang akan dikeluarkan Presiden Joko Widodo harus bisa membuka kotak pandora itu.
“Selama ini, judicial review di Mahkamah Agung (MA) serba misterius,” kata ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono saat berbincang dengan detikcom, Kamis (29/9/2016).
Bila MK menguji UU terhadap UUD 1945, maka MA melakukan judicial review peraturan di bawah UU terhadap UU. Menurut Bayu, jika merujuk pasal 13 UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakimam, maka semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali UU menentukan lain. Dalam hal ini, tidak ada aturan yang menyebutkan sidang judicial review bersifat tertutup.
Tapi dalam pelaksanannya, MA membuat Peraturan MA (Perma) yang mengatur hukum acara judicial review di MA bersifat tertutup. Perma ini dinilai ‘menabrak’ norma UU, norma yang harus dijunjung tinggi oleh aturan di bawahnya.
“MA boleh membuat Perma tentang judicial review itu, tetapi menyangkut teknis hukum acaranya seperti tata tertib sidang, tata cara sidang dan sebagainya. Bukan dengan melanggar prinsip dasar sidang yaitu sidang harus terbuka,” papar Bayu.
Selain membuka akses sidang secara terbuka, Jokowi juga harus memikirkan teknis sidang judicial review dengan mudah. Yaitu sidang bisa digelar secara teleconference dengan memberdayakan semua pengadilan negeri di Indonesia.
“Judicial review di MA kan bisa didaftarkan di masing-masing PN. Nantinya, pemohon tidak perlu datang ke MA, cukup teleconference dari PN pengaju. Diperiksa dan didengarkan langsung oleh hakim agung. Nanti kalau ada pihak terkait di Jakarta, bisa diundang ke MA untuk sidang. Kalau ada ahli dari luar daerah, bisa dimintai saksi dengan mendatangi PN setempat,” ucap Direktur Puskapsi, Universitas Jember itu.
Paket reformasi hukum ini juga akan menjawab tumpang tindih siapa yang berhak menghapus aturan di bawah UU, apakah MA atau Kemendagri. Dengan sistem di atas, maka tidak ada tumpang tindih kewenangan lagi.
“Paket reformasi hukum Jokowi harus menyentuh hal-hal regulasi di MA yang bertentangan dengan norma UU sehingga bisa memberikan akses keadilan ke seluruh masyarakat,” pungkas Bayu.
(Kongres Advokat Indonesia)