Hukumonline.com – Nada kesal diluapkan Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD AM Fatwa dalam rapat paripurna. Gebrakan meja pun tak terhindarkan. Perdebatan pencopotan Irman Gusman dari jabatan sebagai Ketua DPD tak juga menemui titik temu.
“Kalau kita menunda-nunda, kita akan digoreng oleh masyarakat. Atau tangan Tuhan yang akan mengambil jabatan itu. Jangan akal-akalan,” ujarnya sambil menggebrak meja di ruang rapat paripurna DPD, Selasa (20/9).
Sebal, itu yang dirasakan Fatwa. Pasalnya, keputusan BK terkait pencopotan Irman yang sudah dibacakan diperdebatkan. Padahal, BK sudah diberikan wewenang untuk mengambil keputusan berdasarkan persetujuan rapat panitia musyawarah (Panmus). Langkah pencopotan Irman hakikatnya dinilai positif demi menjaga marwah lembaga.
AM Fatwa dalam laporannya mengatakan, sebelum mengambil keputusan pencopotan jabatan Irman, BK mengundang ahli hukum tata negara. Berdasarkan pandangan ahli hukum tata negara Refly Harun dan praktisi Zein Bajeber, menguatkan BK mengambil langkah pencopotan Irman dari jabatannya sebagai Ketua DPD lantaran telah resmi berstatus tersangka.
Kasus dugaan suap kuota gula impor yang menjerat Irman Gusman mencoreng lembaga DPD. Berangkat dari Pasal 119 ayat (5) Tata Tertib (Tatib) itulah BK menempuh langkah pencopotan Irman. “Memberhentikan saudara Irman Gusman dari jabatan Ketua DPD. Keputusan ini berlaku sejak dibacakannya putusan ini,” ujar Fatwa.
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad mengatakan lembaganya telah menerima surat pemberitahuan penahanan terhadap Irman yang sudah berstatus tersangka di KPK. Surat itu pula yang menjadi dasar terbitnya langkah pencopotan Irman dari jabatan Ketua DPD. Irman disangkakan dengan Pasal 12 A dan B, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Ini surat perintah penahanan dari KPK, dan ini menguatkan BK,” ujarnya.
Mantan Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) itu mengatakan, ketika terjadi indikasi pelanggaran setelah mendapat informasi penyelidikan dari aparat penegak hukum, BK menyampaikan penonaktifan pimpinan. Menurutnya BK telah melalui proses dalam pengambilan keputusan. Mulai meminta masukan dari ahli hukum tata negara hingga mengumpulkan informasi kepastian penetapan tersangka Irman dari KPK.
Menurutnya, bila merujuk pada aturan Tatib, maka pelanggaran yang dilakukan pimpinan dan terbukti kemudian dijadikan tersangka, mka diberhentikan dari jabatannya. Namun begitu, masih terbuka peluang adanya proses rehabilitasi bila Irman tidak terbukti bersalah. Kendari demikian, DPD menghormati proses penegakan hukum maupun upaya hukum praperadilan yang akan ditempuh Irman.
“Putusan BK itu final mengikat. Lagi pula masih ada rehabilitasi. Jadi ini penonaktifan,” jenderal purnawirawan polisi bintang dua itu.
Wakil Ketua DPD lainnya, Gusti Kanjeng Ratu Hemas menambahkan putusan BK yang sudah final mengikat mesti ditaati. Selanjutnya, usulan jabatan Ketua DPD dilakukan oleh pejabat sementara sudah dilakukan pembahasan antara dirinya dengan Farouk. Berdasarkan kesepakatan, sebagia pimpinan kolektif kolegial, maka pejabat sementara Ketua DPD akan diisi Hemas dan Farouk secara kolektif kolegial.
“Usul Pjs, saya dan Pak Farouk sebagai pimpinan kolektif kolegial sudah membahas secara bersama. Dan PJs kami berdua secara kolektif kolegial,” pungkasnya.
Terburu-buru
Penasihat hukum Irman, Razman Arif Nasution menilai tindakan DPD mencopot kliennya teramat terburu-buru. Mestinya, dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah, pencopotan dilakukan setelah tim pencari fakta bekerja.
“Ini kok langsung diminta pendapat tanpa mereka bertemu dengan Pak Irman. Alangkah tidak ada rasa teman-temen DPD, padahal sudah ada 7 orang yang menjamin penanguhan penahanan,” ujarnya.
Menurutnya, keluarga kliennya pun mengeluhkan pencopotan yang terburu-buru. Makanya, ia menyambangi pimpinan DPD agar tidak mencopot dari jabatan Ketua DPD. Pasalnya, Irman berencana mengajukan upaya pra peradilan untuk menguji langkah hukum KPK.
“Jadi menurut saya tolonglah jangan dulu diburu semuanya. Kan kita tahu beliau sedang digoyang. Tapi kita sekarang positif thinking saja. Tolong beri ruang kepada beliau. Ini terlalu cepat,” pungkasnya.
(Kongres Advokat Indonesia)