Hukumonline.com – Akhir pekan sudah tiba. Biasanya ada saja tawaran menarik berupa potongan harga (diskon) dari gerai-gerai penjual barang, baik elektronik atau konvensional. Namun, tak jarang juga potongan harga itu hanya trik belaka, tak sebenarnya memberikan diskon dari harga sebenarnya.
Lantas adakah sanksi hukum bagi gerai-gerai atau penjual yang memanfaatkan diskon hanya sebagai trik untuk menarik pelanggan? Pertanyaan itu banyak menggelayut di pikiran para konsumen. Untuk itu, Juli 2014 klinik hukumonline.com mencoba melakukan penelusuran terhadap aturan aturan potongan harga.
Menurut Tri Jata Ayu Pramesti salah seorang pengasuh rubrik klinik hukum, ketentuan yang berkaitan dengan cara penjual selaku pelaku usaha melakukan diskon pada barang dagangannya ini diatur dalam Pasal 9 ayat (1)huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”) yang berbunyi:
Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah barang tersebut telah memenuhi dan atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.
Adapun sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU Perlindungan Konsumen dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) sebagaimana antara lain disebut dalam Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen.
Jadi, jika memang penjual menawarkan barang dan atau jasa dengan memiliki potongan harga namun secara tidak benar (diskon itu tidak benar-benar ada), maka ia dapat dipidana sesuai UU Perlindungan Konsumen.
Lebih daripada itu, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkandilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.Demikian yang disebut dalam Pasal 10 huruf d UU Perlindungan Konsumen.
Dalam persoalan ini, saat itu Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) mengatakan bahwa sejatinya, untuk melindungi masyarakat, pemerintah telah menerapkan UU Perlindungan Konsumen atas promosi diskon oleh setiap usaha pedagang atau ritel. UU tersebut sekaligus bertujuan agar diskon tidak menjadi alat menipu konsumen.Sebab, secara psikologis konsumen sangat tergiur dengan promosi diskon.
Lebih lanjut dikatakan juga bahwa diskon biasanya diberikan karena pedagang telah mencapai break poin atau posisi impas penjualan meski ada produk yang memang mengalami potongan harga. Namun, banyak juga produk yang didiskon setelah harga dinaikkan terlebih dulu.Makanya perlu diwaspadai, dicermati, dan diawasi pemerintah.Jika hal ini benar terjadi, jelas merugikan pembeli yang tak jeli.Selain pembeli tertipu, jika tidak berhati-hati, bisa terjebak pada perilaku belanja berlebihan (konsumtif) hingga berujung pada pemborosan dan bisa-bisa dapat terjerat utang.
(Kongres Advokat Indonesia)