Hukumonline.com – Masyarakat dikagetkan dengan berita adanya restoran ternama yang diduga kuat menggunakan bahan baku kedaluwarsa untuk sebagai bahan produksi makanan dan atau memperpanjang masa kedaluwarsa. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai praktik bisnis semacam ini jelas tidak dapat dibenarkan secara hukum.
Ketua harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, pelaku usaha yang memproduksi dan memperdagangkan produk, harus sesuai standar yang ditetapkan perusahaan bagi konsumen terkait batas masa kedaluwarsa. Bila terjadi sebaliknya, maka ini merupakan pembohongan pada publik.
Menurut Tulus, memperpanjang masa kedaluwarsa berarti memperpanjang batas layak untuk dikonsumsi. Bila dugaan praktik ini benar maka konsumen mendapatkan layanan produk yang tidak memenuhi standar keamanan pangan. Soalnya, semakin mendekati masa berlaku tanggal kedaluwarsa maka kualitas produk semakin turun dan bisa menjadi ‘makanan sampah’ dan bahkan bisa membahayakan kesehatan konsumen.
Tulus mempertanyakan, sebagai perusahaan yang berlisensi internasional maka perlu dipertanyakan apakah secara prosedur dugaan praktik memperpanjang masa kedaluwarsa pada bahan baku produknya ini diperbolehkan? Menurutnya, ini tidak adil dan merupakan diskriminasi pelayanan karena adanya standar ganda untuk pelayanan di restoran yang melakukan usaha di wilayah hukum Indonesia.
Tulus mengatakan, perbuatan menutup label tanggal daluwarsa adalah tindak pidana pelanggaran Pasal 143 UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan. Pasal itu menyatakan, Setiap Orang yang dengan sengaja menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel kembali, dan/atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa Pangan yang diedarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Selain itu, merupakan tindak pelanggaran UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. “Jika praktik seperti ini dibiarkan maka akan menjadi preseden buruk dimasa datang. Bahwa akan banyak terjadi praktek bisnis curang yanga akan merugikan masyarakat,” kata Tulus.
Atas dasar itu, lanjut Tulus, YLKI mendesak Kepolisian RI dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan investigasi bahan-bahan baku yang digunakan dalam sajian Pizza Hut, Pizza Hut Delivery (PHD) Indonesia, dan Marugame Udon. “Jika terbukti harus ada tindakan tegas, baik secara pidana, perdata dan administrasi, termasuk pencabutan izin operasi,” ujarnya.
Seperti diketahui, restoran siap saji Pizza Hut, PHD Indonesia dan Marugame Udon diduga pernah menggunakan bahan pangan kedaluwarsa. Restoran tersebut terindikasi menggunakan belasan bahan baku makanan seperti bonito powder atau tepung bonito untuk perasa ikan yang telah lewat masa berlakunya.
Petugas Polda Metro Jaya, kemarin menyelidiki dugaan penggunaan bahan baku kedaluwarsa pada makanan siap saji Pizza Hut. Kepala Subdirektorat Sumber Daya dan Lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi Sutarmo, mengatakan pemeriksaan itu untuk mengetahui masa berlaku makanan yang digunakan.
Sutarmo menuturkan, penyidik akan menyelidiki penggunaan bahan makanan Pizza Hut yang tersebar di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Pemeriksaan bahan baku makanan siap saji akan dimulai dari gudang pusat hingga cabang Pizza Hut termasuk menelusuri pendistribusiannya.
Bukan hanya di Jakarta. Tim gabungan dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Jatim di Surabaya dan Dinas Kesehatan Surabaya melakukan inspeksi mendadak (sidak) di PHD Jalan Profesor Dr Moestopo, Rabu (7/9).
Namun, Area Manajer Jakarta PT Sarimelati Kencana yang menaungi Pizza Hut dan PHD Indonesia mengatakan petugas gabungan yang melakukan sidak tersebut tidak menemukan adanya bahan baku yang kedaluwarsa di tempatnya. “Kami memastikan, sebelum masuk di dapur, bahan-bahan itu sudah kami proses selama beberapa kali, baik saat di gudang di Surabaya, maupun sampai di toko-toko di Surabaya,” katanya.
Ia menuturkan proses pemeriksaan bahan baku yang dipakai oleh pihaknya dilakukan hingga tiga kali pemeriksaan, sebelum bahan-bahan itu dikelola di dapur. “Setiap kali kami selesai memeriksa bahan yang digunakan, kami selalu menerapkan kode expired baik di PO-nya maupun di kemasannya,” urainya.
Masa kedaluwarsa bahan baku makanan cepat saji bisa mencapai enam bulan karena telah dibekukan. Proses distribusi bahan dari Jakarta ke Surabaya tidak sampai lebih dari enam bulan. “Kami tidak pernah melakukan pengiriman yang terlambat hingga enam bulan. Paling lambat tiga bulan, barang sudah terdistribusikan di gudang di Surabaya, Medan, dan Makassar,” tukasnya.
(Kongres Advokat Indonesia)