Hukumonlne.com – Pengacara dari berbagai organisasi profesi advokat melepaskan seragam organisasi dan bersatu membentuk Organisasi Pengacara Feminis Indonesia atau Indonesian Feminist Lawyers Club (IFLC). Digagas Komnas Perempuan, IFLC resmi dibentuk di Jakarta, 19 Agustus 2016. Komnas Perempuan sendiri memang memiliki Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional.
Wadah para advokat ini lahir di tengah banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan kebijakan negara yang belum sepenuhnya menopang sistem hukum yang adil bagi kesetaraan gender. Organisasi hadir untuk mendorong perspektif gender di segala lapisan masyarakat, khususnya kalangan advokat. IFLC hadir untuk hukum yang berkeadilan gender.
Karena itu pula, IFLC bukan organisasi khusus advokat perempuan. Saat pendirian di Jakarta, sejumlah advokat laki-laki juga hadir dan bergabung dengan organisasi baru ini. Misalnya, advokat asal Manado Sofyan Jimmy Yosadi. Tentu saja, advokat yang ingin bergabung seharusnya punya perspektif gender.Untuk melawan ketidakadilan gender, diperlukan sosok baik laki-laki dan perempuan yang memahami isu gender, ketimpangan dan ketidakadilan gender.
Pembentukan IFLC juga terkait dengan Sistem Peradilan Terpadu Penanganan Kasus-kasus Kekerasan terhadap Perempuan. Dalam sistem ini aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, dan advokat) terlibat dalam fase dan tugas yang berbeda.
Nirmala, salah seorang anggota IFLC, menjelaskan tujuan pembentukan IFLC adalah untuk menyamakan persepsi para advokat, meningkatkan kordinasi dan kerjasama dalam penanganan korban tindak kekerasan. “Serta peningkatan kemampuan dalam memberikan perlindungan dan bantuan hukum kepala korban tindak kekerasan terhadap anak,” kata advokat bergelar SH dan MCL itu. Di IFLC ada juga advokat Mery Girsang.
Nirmala berharap pembentukan IFLC kapasitas advokat dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan akan meningkat. Monitoring dan evaluasi akses keadilan bagi perempuan korban kekerasan juga dapat dijalankan.
Sehari sebelum pembentukan IFLC, Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional merilis mengapresiasi setiap pemangku kepentingan yang masih berkomitmen merawat kebhinnekaan dan keragaman. Sebaliknya, Komnas Perempuan mengkritik pemerintah (pusat dan daerah) yang terlibat dalam tindakan inkonstitusional, seperti melegitimasi kebijakan diskriminatif terhadap perempuan. Per Agustus 2016, masih ada 33 kebijakan diskriminatif terhadap perempuan.
(Kongres Advokat indonesia)