Hukumonline.com – Siang itu, sekira 1996 silam. Telepon kantor di ruang Ketua Pengadilan Negeri Bitung berdering. Tanda ada orang yang menghubungi. Pria itu kemudian bergegas, mengangkat gagang telepon. Di ujung telepon, suara perempuan menyapa dengan menyebutkan ketua ingin berbicara. Tanpa panjang lembar, Ketua Pengadilan Negeri Bitung nampak tidak ramah. Sebaliknya berang.
“Saya tidak usah ditipu, saya lebih penipu dari kamu,” hardik keras Ketua Pengadilan Negeri Bitung yang tak lain Hatta Ali -kini Ketua Mahkamah Agung, red- saat bercerita kepada hukumonline, Jumat (12/8) pekan lalu di ruang kerjanya, Gedung Mahkamah Agung.
Pria di ujung telepon itu kemudian memperkenalkan diri dengan nama Sarwata –Marsdya Sarwata bin Kertotenoyo, Ketua MA kala itu- . Hatta Ali kala itu tak menyangka kalau orang yang menghubungi adalah orang nomor satu di lembaga peradilan, Mahkamah Agung. Maklum, Hatta kerap berdinas dari satu daerah ke daerah lain. Mendengar suara Sarwata, Hatta tak percaya begitu saja. Malahan, Hatta membentak balik.
“Tidak usahlah begitu, kamu penipu saya lebih penipu,” ujarnya.
Meski dibentak anak buahnya, Sarwata tak sekalipun menunjukan nada emosi ke Hatta. Sebaliknya, Hatta mengaku salut dengan sosok figur pemimpin seperti Sarwata. Tak berselang lama, Sarwata di ujung telepon meminta Hatta agar membuka buku agenda di meja kerjanya. Sarwata meminta Hatta melihat nomor telepon yang tertera di buku agenda, untuk kemudian menghubungi balik.
“Kau ini penipu, ini nomor telepon penipu,” hardik Hatta. “Bukan itu dik, coba lihat yang diatas itu,” timpal Sarwata.
Penglihatan Hatta pun kembali ke buku agenda. Setelah dilihat dengan seksama, ternyata benar saja. “Dalam hati, wah mati aku,” ujarnya khawatir.
Hatta pun mengikuti permintaan Sarwata. Ketika menghubungi nomor yang tertera di buku agenda, di ujung telepon terdengar suara menyapa ‘halo’. Kali ini, suara di ujung telepopn persis seperti telepon sebelumnya. Tanpa panjang lebar, Hatta langsung menyataan permintaan maaf kepada Sarwata.
“Pak maaf pak, saya sangat minta maaf karena banyak penelepon seperti ini,” ujarnya.
Sikap Hatta seperti itu bukan tanpa alasan. Apa sebab, karena sebelumnya Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bitung mengalami modus penipuan melalui telepon. Makanya, Hatta waspada menghindari modus penipuan. Bukannya menghindari modus, malah pucuk pimpinan lembaga peradilan tertinggi kena damprat Hatta.
Hatta mengaku khawatir bakal dimaki balik. Di luar dugaan, Sarwata justru memberikan apresiasi agar waspada terhadap berbagai modus. Sarwata menilai sikap Hatta kala itu tepat untuk menghindari modus penipuan. “Kata Sarwata, bagus. Harus begitu. Saya pikir mau dimaki-maki,” ujarnya.
Namun begitu, Hatta mengaku menyesal dalam hidupnya. Ketika kembali ke ibu kota Jakarta, kala itu, Hatta tak sempat menyampaikan peristiwa tersebut kepada Sarwata sebelum mangkat. Menurut Hatta, boleh jadi Sarwata tak mengingat peristiwa tersebut, apalagi wajah Hatta.
“Tapi kalau saya bilang pernah tidak, dimaki-maki orang waktu ditelepon ke Bitung, saya yakin dia pasti ingat. Saya tidak bisa lupa itu, saya bilang dia penipu, saya lebih penipu,” pungkasya
(Kongres Advokat Indonesia)