Cnnindonesia.com – Dua direktorat jenderal di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan segera berkoordinasi untuk membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) terkait pewarganegaraan. Dua ditjen itu adalah Administrasi Hukum Umum (AHU) dan Imigrasi.
Direktur Jenderal AHU Freddy Harris mengatakan, penerbitan juklak tersebut didasarkan pada munculnya sejumlah kasus kewarganegaraan ganda. Masyarakat tidak memahami Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan secara menyeluruh.
“Juklak itu untuk mengakomodasi kasus kewarganegaraan ganda yang terjadi,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (18/8).
Freddy menuturkan, awalnya lembaganya hendak mengarahkan juklak sebagai solusi status kewarganegaraan anak yang lahir dari hasil penikahan beda negara. Tidak sedikit para pelaku pernikahan beda negara tidak memahami proses administrasi yang harus dilalui anak mereka
UU Kewarganegaraan tidak menganut kewarganegaraan ganda (bipatride). Beleid itu menyebut, setiap anak hasil pernikahan campuran harus menentukan kewarganegaraanya ketika telah berusia 18 tahun .
“Kasihan, banyak anak yang bermasalah karena itu. Mereka sebenarnya tidak mengerti, jadi kami berusaha untuk melindungi mereka,” ujar Freddy.
Freddy menuturkan, persoalan yang dihadapi Gloria Natapraja Hamel sebenarnya juga dialami banyak anak hasil perkawinan campuran yang tinggal di luar negeri.
“Gloria belum paham hukum warga negara, makanya dia diam. Jadi juklak itu nantinya bisa melindungi semua anak yang bermasalah dengan kewarganegaraan Indonesia,” ujar Freddy
Gloria merupakan siswa sekolah menengah atas yang tidak jadi dilantik Presiden Joko Widodo menjadi anggota Pasukan Pengibar Bendera pada upacara kemerdekaan Indonesia di Istana Negara, kemarin.
Kegagalan Gloria disebabkan kepememilikannya atas paspor Perancis sehingga tidak dianggap sebagai WNI.
(Kongres Advokat Indonesia)