Hukumonline.com – Heboh persoalan kewarganegaraan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Archandra Tahar merebak sedari akhir pekan kemarin. Dalam berbagai perbincangan media sosial disebut, sang menteri pernah memegang paspor atau identitas keimigrasian Amerika Serikat.
Menteri Archandra telah membantah kabar itu. Pihak istana juga melakukan hal serupa. Namun desakan untuk membuat persoalan lebih terang terus menggelinding.
Hukumonline.com lantas berkaca pada undang-undang yang berlaku ihwal apa saja yang menjadi sebab seseorang bisa kehilangan kewarganegaraannya. Dalam Undang-undang no 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, ada delapan pasal yang mengatur soal kehilangan kewarganegaraan. Semua itu tertulis pada pasal 23 hingga 30 beleid tersebut.
Pasal 23 menyebutkan seorang Warga Negara Indonesia bakal kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
c. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
d. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
e. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
f. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
g. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
h. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau
i. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus- menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
Pasal selanjutnya yang mengatur jelas persoalan itu adalah pasal 25. Dalam pasal 25 disebutkan pada ayat 1, “Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi seorang ayah tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yang mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya sampai dengan anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.” Begitu juga sebaliknya pada ibu seperti yang tertulis dalam ayat kedua. Pasal 25 mengatur soal hak anak dari keturunan warga Indonesia.
Pada pasal 26 menerangkan ihwal kehilangan kewarganegaraan akibat kawin mawin. Seperti pada ayat 1 disebutkan Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut. Begitu pula dengan ayat yang kedua berlaku bagi lelaki Indonesia yang terikat pernikahan. Kehilangan kewarganegaraan. bagi suami atau istri yang terikat perkawinan yang sah tidak menyebabkan hilangnya status kewarganegaraan dari istri atau suami.
Sementara itu, pada Pasal 28 disebutkan, setiap orang yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan keterangan. yang kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan, tidak benar, atau terjadi kekeliruan mengenai orangnya oleh instansi yang berwenang, dinyatakan batal kewarganegaraannya.
Pendapat Pakar Tata Negara
Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Denny Indrayana, apabila kemudian bukti-bukti hukumnya menguatkan bahwa Menteri ESDM Arcandra Tahar bukan WNI, karena telah kehilangan status WNI-nya setelah bersumpah setia menjadi warga Amerika Serikat, dan belum memenuhi syarat untuk memperoleh kembali status WNI-nya, maka tidak ada pilihan lain kecuali memberhentikan Menteri ESDM sebagai menteri Republik Indonesia.
Karena Pasal 22 ayat (2) huruf a UU Kementerian Negara secara secara tegas mengatur menteri “harus memenuhi persyaratan” sebagai “warga negara Indonesia”.
“Inilah yang saya maksud menyelesaikan persoalan Menteri ESDM ini mudah secara hukum, tetapi sulit secara hitungan politik. Karena pasti akan timbul kritik bahwa Presiden Jokowi tidak cermat dalam mengangkat dan memilih menterinya,” ujarnya.
Berdasarkan pengalamannya menjadi Staf Khusus Presiden, kata Denny, mengawal secara hukum kebijakan Presiden memang tidak pernah mudah. Apalagi jika proses pengambilan keputusan itu sifatnya tertutup dan rahasia, seperti halnya pemilihan menteri anggota kabinet.
Maka, lanjut Denny, para staf pendukung presiden hanya akan tahu dan melakukan pengecekan pada menit-menit terakhir, ketika menyiapkan draft Keputusan Presiden, sebelum pelantikan dilakukan. Maka, saat itulah, ketentuan syarat menteri baru bisa dicek, dan masukan kepada presiden baru bisa diberikan.
Namun, jika situasinya tidak memungkinkan, diburu waktu, tidak mungkin memberikan masukan, maka kesalahan administratif terkait syarat menteri, bisa saja terjadi
(Kongres Advokat Indonesia)