Hukumonline.com – Pengacara OC Kaligis menilai hakim agung Artidjo Alkostar telah menzalimi kliennya sehingga menghukum 10 tahun penjara dalam persidangan tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
“Itu artinya pemeriksaan telah selesai sehingga berdasarkan hukum acara wewenang memperpanjang sudah tidak ada di tangan Artidjo selaku hakim agung,” kata kuasa hukum OC Kaligis, Mety Rahmawati, di Jakarta, Senin (15/8).
Mety mengatakan Artidjo tetap memperpanjang masa penahanan kliennya selama dua kali 30 hari, hal itu sebagai bukti penyalahgunaan kekuasan. Menurut dia, Artidjo telah menyebarluaskan putusan ke beberapa pihak, padahal kuasa hukum belum menerima putusan itu dan memberikan keterangan kepada sejumlah media bahwa Kaligis pantas dihukum berat sebagai advokat.
Padahal, ada lebih kurang 10 advokat yang menjadi terdakwa kasus gratifikasi, tapi rata-rata divonis kurang dari lima tahun penjara untuk jumlah gratifikasi jauh diatas barang bukti yang disita dari tangan M. Yaghari Bastara Guntur alias Gerry ketika tertangkap tangan.
Mety mengatakan Kaligis bukan tertangkap tangan, dia tidak memerintahkan Gerry ke Medan, sedangkan keduanya didakwa dengan pasal 6 ayat 1 huruf a UU.20 Tahun 2001 junto UU No.31 Tahun 1999, minimal hukuman tiga tahun dan maksimal 15 tahun.
“Gerry sebagai pelaku utama divonis dua tahun penjara tanpa banding dari jaksa, hal tersebut dianggap telah menyalahi UU No.20 Tahun 2001,” ujar Mety menambahkan.
Para hakim dan panitera divonis di bawah lima tahun yang terlibat kasus gratifikasi di PTUN Medan, bahkan penerima gratifikasi Patric Rio Capella (mantan Sekjen Partai Nasdem) divonis 1,5 tahun.
Dia mengatakan jauh sebelum putusan, klien sudah melayangkan surat ke Ketua Mahkamah Agung, jangan hakim yang ditunjuk Artidjo karena vonis dipastikan maksimal. Sedangkan kasus gratifikasi Bambang Djatmiko terhadap Bupati Bangkalan, Jawa Timur, Fuad Amin sebesar Rp18 miliar divonis Artidjo hanya empat tahun penjara.
Dia mengatakan ada beberapa kasus pengacara yang terlibat kasus suap di KPK, seperti Tengku Syaifudin Popon tahun 2005 menyuap pegawai Pengadilan tTnggi Aceh sebesar Rp250 juta dengan melibatkan mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh divonis 2,8 tahun.
Demikian pula pengacara Harini Wijoso menyuap pegawai MA dan hakim agung terkait kasus melibatkan pengusaha Probosutejo divonis MA tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Kasus pengacara lain Manatap Ambarita tahun 2008, di vonis 1,5 tahun di PT Sumatera Barat lalu dan di MA divonis tiga tahun penjara masalah pemnyalahgunaan sisa anggara di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Sebagai bukti bahwa klien telah dizolimi bahwa Kaligis didakwa dugaan suap kepada hakim dan pantitera PTUN Medan divonis 5,5 tahun dan di PT menjadi tujuh tahun dan kasasi menjadi 10 tahun.
Seperti diberitakan sebelumnya, MA memperberat hukuman OC Kaligis dari tujuh tahun penjara menjadi 10 tahun penjara setelah permohonan kasasinya ditolak. Anggota majelis hakim kasasi Krisna Harahap mengatakan, selain hukuman diperberat, OC Kaligis diharuskan membayar denda Rp500 juta dengan hukuman pengganti kurungan selama enam bulan
Majelis hakim kasasi perkara itu dipimpin oleh Artidjo Alkostar dengan anggota Krisna Harahap dan M Latif. Menurut majelis hakim, OC yang bergelar guru besar seharusnya menjadi panutan yang harus digugu dan ditiru oleh seluruh advokat dan mahasiswa.
“Sebagai seorang advokat terdakwa seharusnya steril dari perbuatan-perbuatan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lain dalam menjalankan profesinya sesuai sumpah jabatan yang harus dipatuhi setiap Advokat seperti tertuang dalam Pasal 4 UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat,” kata majelis hakim.
(Kongres Advokat Indonesia)