Hukumonline.com – Langkah atau niat institusi seperti Bareskrim Mabes Polri, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Mabes TNI mengadukan Koordinator Kontras, Haris Azhar, dinilai sebagai tindakan keliru. Apalagi jika pengaduan didasarkan pada pada Pasal 310 KUHP. Sejumlah akademisi hukum pidana mengkritik langkah tersebut.
Ahmad Sofian, dosen hukum pidana Binus Jakarta, berpendapat objek pencemaran nama dalam Pasal 310 dan 311 KUHPadalah orang. Sayangnya, Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tak menyebut tegas objeknya harus orang. Sehingga dalam praktik, pencemaran nama baik institusi diadukan ke polisi
Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyebutkan sebagai perbuatan yang dilarang ‘setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektroik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik’.
Menurut Sofian, genus Pasal 27 ayat (3) UU ITEharus dikembalikan ke Pasal 310 dan 311 KUHP. “Artinya, jika ingin ditafsirkan maka objek pencemaran nama baik adalah orang per orang,” kata Sofian di Jakarta, Senin (08/8).
Pasal 310 KUHP menyebutkan barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya diketahui umum diancam karena pencemaran maksimal 9 bulan penjara. Jika dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, ditempelkan di muka umum, diancam dengan pencemaran tertulis diancam maksimal 1 tahun 4 bulan penjara. Ayat (3) menyebutkan secara tegas “tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri”.
Sofian mengingatkan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Dalam salah satu pertimbangannya MK mengatakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah pasal yang termasuk delik aduan. Dalam doktrin hukum pidana, delik aduan adalah delik yang korbannya adalah manusia, bukan institusi.
Kolega Sofian di Bina Nusantara University, Sidharta, lebih tegas lagi menyebut bahwa sejak awal pasal pencemaran nama baik dalam Pasal 310 KUHP tidak didesain untuk pencemaran nama institusi, apalagi institusi negara yang menyelenggarakan fungsi pelayanan umum. Naskah asli teks bahasa Belanda Pasal itu sama sekali tak menyebutkan institusi. Kata yang dipakai adalah een ambtenaar (bermakna pejabat). “Kata ‘pejabat’ ini mengacu ke personalia, bukan institusi jabatannya,” tandas pengajar filsafat hukum itu.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Gandjar B. Laksmana, juga mengatakan hanya orang yang dihina yang bisa mengadu, tak bisa diwakilkan. Jika pernyataan seseorang dilakukan demi kepentingan umum, maka yang bersangkutan dikecualikan dari tuduhan pencemaran berdasarkan Pasal 310 ayat (3) KUHP.
Menurut Sidharta, filosofi Pasal 310 ayat (3) memberi batasan tentang adanya fungsi yang melekat pada institusi negara sebagai pengemban kepentingan umum. Alhasil, segala informasi terkait fungsi suatu institusi harus pertama-tama dibaca dalam konteks mendukung kinerja institusi dalam menjalankan fungsinya. Bukan justru ditafsirkan sebaliknya.
(Kongres Advokat Indonesia)