Hukumonline.com – Sebulan sudah berlalu, sejak Pemerintah dan DPR menyetujui bersama UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. UU Tax Amnest telah disosialisasikan secara massif kepada para pemangku kepentingan. Presiden Joko Widodo, bahkan beberapa kali ikut melakukan sosialisasi.
Sesuai UU Pengampunan Pajak, Pemerintah membagi tiga periode program tax amnesty. Periode pertama, 1 Juli-30 September 2016, periode kedua 1 Oktober-31 Desember 2016, dan periode ketiga 1 Januari-30 Maret 2017. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan memperkirakan puncak pembayaran tebusan pengampunan pajak adalah pada September mendatang. “Diperkirakan September (puncak tebusan pajak). Nanti akan kita lihat,” kata Sri Mulyani saat melakukan sosialisasi pengampunan pajak.
Dirjen Pajak Ken Dwijugeasteadi optimis target pemasukan pajak program tax amnesty akan tercapai. Adapun target penerimaan dari pengampunan pajak adalah Rp165 trilun. “Ya memang segitu, cuma berapa persen itu khan. Jadi wajar,” jelas Ken.
Seperti dilansir dari laman website resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) www.pajak.go.id, jumlah laporan tebusan yang sudah diterima DJP adalah sebesar Rp181,81 miliar untuk komposisi uang tebusan. Saat ini komposisi harta total yang sudah masuk adalah Rp8,82 triliun.
Besaran uang tersebut memang masih jauh dari target pencapaian, atau hanya 0,1 persen dari target Rp165 triliun. Adapun Wajib Pajak (WP) yang sudah membayar uang tebusan pajak terdiri dari empat WP. Empat WP yaitu WP Orang Pribadi non UMKM senilai Rp130 miliar, WP Badan non- UMKM sebesar Rp33,2 miliar, WP Orang Pribadi senilai Rp9,30 miliar, dan WP Badan UMKM sebesar Rp0,67 miliar.
Harta yang sudah masuk senilai Rp8,82 miliar terdiri dari deklarasi dalam negeri (DN) sebesar Rp7,28 triliun, deklarasi luar negeri (LN) sebesar Rp895 milar, dan repatriasi senilai Rp638 miliar. Lalu, jumlah surat pernyataan harta yang sudah masuk ke DJP hingga hingga kini adalah sebanyak 1.282.
Sebelumnya dalam pidatonya saat sosialisasi Tax Amnesty yang diselenggarakan oleh APINDO kemarin, Senin (01/8) lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan bahwa kebijakan pengampunan pajak nertujuan untuk memberikan kepastian hukum. “Payung hukum agar yang memiliki uang tadi yakin bahwa kalau sudah deklarasikan aset, repatriasi uangnya masuk itu sudah ada payung hukum pasti. Dan sekarang kita sudah punya UU Tax Amnesty,” kata Jokowi.
Dengan adanya pengampunan pajak ini, Jokowi menghimbau kepada seluruh warga Negara Indonesia yang menyimpan dana di luar negeri dibawa masuk ke Indonesia. Dana tersebut, lanjut Jokowi, tidak akan berkurang serupiah pun, bahkan lebih bermanfaat bagi rakyat Indonesia.
“Karena kita hidup di Indonesia, makan di Indonesia, bertempat tinggal di Indonesia, mencari rezeki di Indonesia. Dibawa ke sini juga nggak berkurang serupiah pun. Kalau diinvestasikan, peluang yang ada di Indonesia dibandingkan dengan di luar, di tempat kita lebih baik dengan return yg lebih baik. Saya yakin itu,” ujar Jokowi.
Selain itu, jika dana repatriasi sudah masuk, Jokowi yakin Indonesia akan memiliki peluang besar untuk membangun negara. Infrastruktur seperti jalan tol tidak lagi menggunakan APBN. APBN akan difokuskan untuk dana desa, perbaikan pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, dan lain sebagainya.
“Arahnya ke sana. Dan sangat bermanfaat bagi ekonomi nasional kita. Kalau arus uang masuk datang, penguatan rupiah pasti terjadi. Meskipun akan dikendalikan juga oleh BI, kalau terlalu kuat daya saing kita tidak akan kompetitif,” pungkasnya.
(Kongres Advokat Indonesia)