Hukumonline.com – Berkas penyidikan perkara korupsi dan pencucian uang mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi dinyatakan lengkap (P21) oleh penuntut umum KPK. Penyidik juga telah menyerahkan berkas, barang bukti, dan tersangka kepada penuntut umum. Paling lambat 14 hari, perkara Sanusi akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta.
Usai pelimpahan tahap dua, Sanusi mengaku siap untuk menghadapi persidangan. Pengacara Sanusi, Krisna Murti menambahkan, terkait dengan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang disangkakan terhadap kliennya, ada sejumlah aset yang disita KPK. “Tapi, juga ada aset yang segelnya dibuka dan dikembalikan,” katanya (29/7).
Krisna mengungkapkan, ada beberapa aset Sanusi yang sebelumnya telah disita dan disegel penyidik, dikembalikan kepada Sanusi. Aset-aset itu, antara lain satu unit apartemen Cosmo Park di Thamrin City, Jakarta Pusat yang telah dilepas segelnya, serta dua unit mobil, Toyota Alphard dan Toyota Fortuner yang telah dikembalikan kepada Sanusi.
Sebelumnya, KPK telah menyita empat unit mobil milik Sanusi. Satu unit mobil Jaguar, disita untuk perkara korupsi Sanusi, sedangkan tiga unit mobil lainnya, yaitu Audy, Alphard, dan Fortuner disita untuk perkara TPPU. Selain itu, KPK juga menyita enam unit apartemen di sejumlah lokasi dan satu unit rumah di Jakarta Barat.
Enam unit apartemen tersebut, antara lain apartemen di Pulomas, Thamrin, Residence 8, dan Jakarta Residence. Krisna belum mengetahui, berapa total nilai aset Sanusi yang disita KPK. Namun, terkait aset yang diatasnamakan orang lain, ia menjelaskan bahwa tidak ada maksud Sanusi untuk menyamarkan asal-usul harta kekayaan.
Krisna menyatakan, apartemen itu bukan diatasnamakan orang lain. Akan tetapi, Sanusi memang memiliki kerja sama bisnis properti dengan temannya dalam rangka penjualan apartemen. “Artinya, ada bekerja sama dengan temannya dalam rangka penjualan. Ini kan (bisnis) properti, cari untung lah,” ujarnya.
Terkait pengembalian aset Sanusi, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak membenarkan. Ia mengungkapkan, ada empat aset Sanusi yang dikembalikan, yaitu mobil Toyota Alphard, Fortuner, dan dua unit apartemen di Jakarta Residence Cosmo Park. “Karena tidak terkait dengan tindak pidana korupsi,” tuturnya.
Namun, menurutnya, selain aset yang dikembalikan, ada pula tambahan aset Sanusi yang disita KPK. Pertama, rumah di Jl Saidi Cipete. Kedua, bangunan Muhammad Sanusi Center di Condet. Ketiga, apartemen Soho, Pancoran, dan keempat bangunan Vimala Hills, Gadog, Bogor. Aset-aset itu disita terkait perkara TPPU Sanusi.
Sebagaimana diketahui, selain diduga menerima suap sejumlah Rp2,5 miliar dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) di DPRD DKI Jakarta, Sanusi juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penetapan tersangka untuk kasus TPPU ini merupakan hasil pengembangan penyidikan kasus dugaan suap berkaitan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara. Sebelumnya, Sanusi diduga menerima suap dari Ariesman sebesar Rp2 miliar.
Dalam kasus TPPU, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra ini diduga melakukan perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, atau menukarkan dengan mata uang, harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi dengan maksud menyamarkan menyamarkan asal usul harta kekayaanya.
Atas perbuatan tersebut, Sanusi dikenakan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No.8 tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Surat perintah penyidikan SanusiĀ ditandatangani pada 30 Juni 2016.
KPK, sejak beberapa hari lalu memang melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi yang berkaitan dengan dugaan TPPU Sanusi. Beberapa saksi berasal dari swasta dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, antara lain Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Teguh Hendrawan dan Kasudin Tata Air Jakarta Barat Roedito Setiawan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, harta yang diduga bersumber dari APL, Sanusi diduga menerima gratifikasi dari vendor sejumlah proyek di DKI Jakarta. Akan tetapi, belum diketahui berapa jumlah pasti gratifikasi yang diduga diterima Sanusi dari vendor. Diduga hasil gratifikasi itu diubah bentuk menjadi mobil, apartemen, dan rumah.
(Kongres Advokat Indonesia)