Inilah.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Timur menuding Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari melakukan tindak pidana korupsi.
Dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan berupa pemberian izin usaha baik perkebunan atau pertambangan, yang tumpang tindih.
Merujuk pada data yang dimiliki Walhi Kalimantan Timur, banyak izin usaha yang diterbitkan oleh Rita, namun tidak sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Posisi UU 23 jelas, (Pemerintah) seharusnya memeriksa kembali izin-izin yang sudah diterbitkan, untuk mengetahui bagaimana perolehannya, praktiknya, kewajibannya. Kita sudah lihat kasus tumpang tindih bukan hanya antar perusahaan, tapi juga ke wilayah masyarakat,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kaltim, Fatur Iqin, saat dihubungi, Rabu (27/7/2016).
Walhi pun menuding ada kongkalikong antara Rita dengan perusahaan penerima izin. Dimana salah satu perusahaannya diketahui milik Luhut Binsar Panjaitan yakni PT Toba Sejahtera. Rita dan Luhut diketahui bernaung di Partai Golkar.
“Asumsi izin tumpang tindih, indikatornya paling utama telah terjadi korupsi. Itu juga menjadi indikator utama kalau terjadi konflik dengan masyarakat, adanya dugaan korupsi,” ketusnya.
“Kita tahu Pemda suka tersandra dengan rezim perizinan. Untuk wilayah Kukar (paling banyak). Kita banyak menerima aduan, kasus konflik antara perusahaan dengan masyarakat. Hampir semua kasus tumpang tindih izin, yang diduga diperoleh dengan memalsukan sertifikat,” jelas Iqin.
Ironisnya, khusus untuk PT Toba Sejahtera seakan diendapkan oleh Rita. Maklum, baik Rita maupun Luhut sama-sama berasal dari Golkar.
“Ada pengalaman, salah satu perusahaan Luhut di Muara Jawa. Ketika masyarakat melaporkan ke polisi, malah dilaporkan balik. Sama polisi, laporan masyarakat itu justru diendapkan,” sesalnya.
Lebih menyesalkan lagi, Walhi melihat tidak ada upaya dari Bupati Kukar untuk memperjuangkan hak-hak rakyat Kukar.
“Nyaris tidak ada itikad baik dari pemerintah. Kalau konflik seharusnya Pemda mengambil alih, bukan sebagai mediasi tapi harus memperjuangkan rakyat,” pungkas Iqin.
(Kongres Advokat Indonesia)