Cnnindonesia.com – Kuasa hukum terpidana mati Seck Osmane, Farhat Abbas berencana mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo. Grasi diajukan agar kliennya bisa terbebas dari hukuman mati atas perkara kepemilikan dan pengedaran heroin seberat 2,4 kilogram.
Seck saat ini sudah diisolasi di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Memang sejauh ini belum ada daftar resmi nama narapidana yang akan ditembak mati. Namun Seck bersama 13 terpidana mati lainnya saat ini dikabarkan sudah ditahan terpisah di LP Batu.
“Saya mengirim surat keberatan pada Jaksa Agung atas eksekusi di mana kami minta hak-hak dari narapidana agar lebih diperhatikan,” kata Farhat di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (26/7).
Farhat berkata, langkahnya tersebut sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor NO 107/PUU-XII/2015 atas uji materi terhadap Pasal 7 ayat 2 UU No 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU No 22 Tahun 2002 tentang Grasi (UU Grasi).
MK memutuskan bahwa permohonan grasi merupakan hak prerogatif presiden yang tidak dibatasi waktu pengajuannya karena menghilangkan hak konstitusional terpidana.
“Selama belum mengajukan grasi atau ditolak, walaupun satu jam sebelum dieksekusi, terpidana mati masih diberi kesempatan untuk melakukan upaya mohon ampun pada presiden,” ujarnya.
Menanggapi, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung, Noor Rachmad mengatakan, putusan MK terkait pengajuan grasi itu tidak berlaku surut. Menurutnya, Seck Osmane sudah tidak memiliki upaya hukum lain untuk terbebas dari hukuman mati.
“Saya sudah konfirmasi dengan Ketua MK bahwa ini tidak berlaku surut,” katanya
Seck adalah warga negara Senegal yang dinyatakan bersalah atas perkara kepemilikan dan pengedaran heroin seberat 2,4 kilogram. Vonis ini dijatuhkan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu 21 Juli 2004.
Majelis hakim dalam putusannya menyatakan perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 82 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman mati. Selain menghukum terdakwa dengan hukuman mati, majelis hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp100 juta.
(Kongres Advokat Indonesia)