Hukumonline.com – Perseteruan merek antara Gudang Garam dan Gudang Baru membuat Ali Khosin Pemilik PR Jaya Makmur (Gudang Baru) berakhir di penjara, walau sebelumnya sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang menetapkan Pemilik Merek atau Pemegang/Pemilik Merek terdaftar adalah Ali Khosin. Namun, majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) yang terdiri dari Artidjo Alkostar, Suhadi, dan Sri Murwahyuni memutuskan bahwa menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang sejenis yang diproduksi dan diperdagangkan.
“Perbuatan terdakwa menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang sejenis yang diproduksi dan diperdagangkan. Terdakwa sebagai pemilik perusahaan Rokok Jaya Makmur memproduksi dan memperdagangkan rokok kretek merek Gudang Baru yang mempunyai kesamaan pada pokoknya dengan rokok kretek merek Gudang Garam, sehingga perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana melanggar Pasal 91 UU No.15 Tahun 2001 (UU tentang Merek, Red),” demikian dikutip dari salinan Putusan PK Mahkamah Agung, Jumat (15/7).
Sedangkan putusan Pengadilan Negeri dan putusan Pengadilan Tinggi yang digunakan oleh Ali sebagai novum dianggap bukan novum oleh majelis Hakim. Hal tersebut dikarenakan bukti-bukti tersebut telah diajukan oleh saksi dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
“Sertifikat Merek asli Pemohon Peninjauan Kembali Nomor 370277 terhitung 10 Oktober 1996 dan sertifikat Nomor 350919 terbit 15 Agustus 1997 (PK-4). Karena sudah pernah diajukan oleh saksi dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, maka bukti tersebut tidak berkualitas sebagai Novum; Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali tidak memenuhi syarat yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUHAP,” kutip putusan.
Atas dasar itu, akhirnya Majelis Hakim memutuskan untuk menolak Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Ali. “Menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap berlaku. Membebankan Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini sebesar Dua ribu lima ratus rupiah,” tulis putusan.
Namun dalam putusan tersebut terdapat Dissenting Opinion di antara majelis hakim. Dissenting opinion tersebut datang dari Hakim Suhadi. Suhadi beranggapan bahwa gugatan yang diajukan oleh Gudang Garam sudah daluarsa.
“Bahwa tempus delictie (waktu kejadian perkara) tahun 1993 dan baru dijadikan perkara tahun 2011 sudah berjalan 18 tahun, ancaman pidana 4 (empat) tahun penjara dengan demikian menurut Pasal 78 ayat (3e) KUHP hak menuntut hukum gugur karena lewat waktu sesudah 12 tahun dari sejak kejahatan yang terancam hukuman penjara sementara lebih dari 3 (tiga) tahun. Bahwa berdasarkan fakta di atas perbuatan Pemohon Peninjauan Kembali bukanlah suatu tindak pidana selain sudah kadaluwarsa juga merupakan perbuatan dalam kontek perdata,” menurut Suhadi dalam putusan tersebut.
Untuk diketahui, dalam sengketa perdata antara Gudang Garam dan Gudang Baru, hakim memutuskan bahwa Gudang Baru bukan jiplakan Gudang Garam. Gudang Baru merupakan rokok yang dbuat oleh ayah Ali Khosin tahun 1967. Setelah ayahnya meninggal, perusahaan tersebut diwariskan kepada Ali. Ali kemudian meluncurkan Gudang Baru pada tahun 1995 dan mendaftarkan merek dan mendapatkan sertifikat merek Nomor Registrasi IDM000032226 tertanggal 21 Maret 2005 dan Nomor IDM000042757 tertanggal 14 Juli 2005.
Gudang Baru bertahun-tahun beredar dan diterima oleh masyarakat, namun tiba-tiba Gudang Garam menggugat Gudang Baru secara perdata. Gudang Garam menggugat Gudang Baru dengan dalil Gudang Baru menjiplak merek Gudang Garam ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya. Pada tingkat kasasi, hakim memutuskan bahwa Gudang Baru tidak menjiplak Gudang Garam. Sebab majelis hakim pada tingkat kasasi melihat tidak ada persamaan bentuk, cara penempatan dan persamaan yang menimbulkan adanya kerancuan.
(Kongres Advokat Indonesia)