Cnnindonesia.com – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta aparat penegak hukum agar menjatuhi hukuman berat kepada pelaku pemalsuan vaksin karena apa yang diperbuat itu membahayakan kesehatan masyarakat.
“Pembuat vaksin palsu harus dipidana seberat-beratnya, itu memang sungguh-sungguh kriminal,” katanya di Semarang, Minggu.
Menurut Ganjar, tindakan para pemalsu vaksin tersebut tidak bisa ditoleransi apapun alasannya.
Hal tersebut disampaikan Ganjar di sela pencanangan Hari Kesadaran Hukum Kedokteran oleh Ikatan Dokter Indonesia di Gedung Gradhika Bhakti Praja, komplek kantor Gubernur Jateng.
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah Yulianto Prabowo menjelaskan bahwa rantai produksi hingga pendistribusian perbekalan kesehatan, baik itu obat, vaksin, maupun alat habis pakai, itu cukup panjang serta melalui pengawasan yang ketat.
“Peredaran vaksin palsu tersebut dipastikan tidak melalui prosedur yang benar sehingga untuk mengantisipasinya kami mengimbau semua fasilitas kesehatan agar melakukan pengadaan perbekalan kesehatan melalui jalur-jalur yang legal,” ujar Yulianto.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jateng Joko Widyarto menyarankan pengelola berbagai fasilitas kesehatan agar menggunakan sistem e-katalog dalam pengadaan perbekalan kesehatan.
“Jika melakukan pengadaan perbekalan kesehatan tanpa melalui sistem yang legal seperti e-katalog maka perlu diragukan,” katanya.
Praktik pemalsuan vaksin yang dijual ke sejumlah rumah sakit dibongkar polisi saat menggerebek para pelaku di pabrik mereka di Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (21/6). Pabrik pembuatan vaksin palsu tersebut membuat vaksin campak, polio, hepatitis B, tetanus, dan BCG.
Di lokasi pabrik, ditemukan tempat yang tidak steril dan penuh dengan obat berbahaya lainnya. Polisi juga menemukan alat pembuat vaksin, mulai dari botol ampul, bahan-bahan berupa larutan yang dibuat tersangka dan labelnya.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigadir Jenderal Agung Setya Imam Effendi sebelumnya mengatakan, vaksin palsu telah diproduksi sejak tahun 2003. Proses produksi dan distribusinya melibatkan tiga kelompok di Bekasi yaitu produsen, pengedar, dan yang melayani langsung pengguna.
Vaksin tersebut dijual dengan harga Rp200 ribu hingga Rp400 ribu lebih murah ketimbang vaksin asli.
(Kongres Advokat Indonesia)