Cnnindonesi.com – Mahkamah Agung dinilai belum bersikap tegas menangani maraknya pegawai peradilan yang terlibat kasus suap belakangan ini. Tahun 2015 ini, setidaknya sudah terdapat lima hakim dan pegawai MA yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka atas dugaan jual-beli putusan.
Mantan Ketua MA, Harifin Andi Tumpa, menganggap lembaga peradilan tertinggi itu perlu melakukan pembenahan secara serius. “Harus ada perbaikan kader. Selama ini MA belum tegas,” ujar Harifin di sela-sela seleksi hakim agung di Gedung Komisi Yudisial, Senin (20/6).
Ketua MA periode 2009-2012 itu menyebut MA melakukan pembiaran. Hal itu, kata dia, terlihat pada fenomena operasi tangkap tangan terhadap hakim dan pegawai di badan peradilan.
Menurut Harifin, MA mesti menggiatkan pengawasan internal dan pembinaan rutin pada seluruh pegawainya. Tak hanya berpusat di MA, pihak pengadilan negeri dan pengadilan tinggi pun harus dilibatkan.
“Jadi jangan dipusatkan, itu tidak efektif. Harus ada pembinaan pada hakim atau pegawai peradilan lainnya agar bersikap sesuai konstitusi,” katanya.
Ditemui pada kesempatan serupa, mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif, mengatakan proses pencarian hakim berintegritas sepatutnya disertai pengawasan rekam jejak sang calon sejak dari sekolah dasar.
“Menerima uang itu merusak moral, pilar demokrasi juga dirusak. Malapetaka ini, karena kita enggak pernah melakukan pemantauan,” ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Kasubdit Perdata MA, Andri Tristianto, ditangkap KPK Februari. Ia dituding menerima suap sebesar Rp400 juta dari Direktur Utama PT Citra Gading Asritama, Ichsan Suaidi.
Penyidik menyebut uang itu diberikan kepada Andri agar ada penundaan pencetakan salinan putusan kasasi perkara korupsi yang menjerat Ichsan di PN Jakarta Pusat.
Sekretaris MA Nurhadi juga berulang kali diperiksa penyidik KPK pada kasus tersebut. Namun, status Nurhadi masih saksi.
Mei lalu, KPK menangkap Ketua PN Kepahiang Bengkulu, Janner Purba. Ia disangka menerima suap terkait kasus penyalahgunaan honor dewan pembina RSUD Bengkulu.
Pada kasus serupa, komisi antikorupsi juga menangkap hakim ad hoc dan panitera Pengadilan Tipikor Bengkulu, yakni Toton dan Badaruddin.
Baru-baru ini, KPK menangkap panitera PN Jakarta Utara, Rohadi. Ia diduga menerima suap sebesar Rp350 juta terkait putusan kasus pencabulan dengan terdakwa penyanyi dangdut, Saipul Jamil.
(Kongres Advokat Indonesia)