Tempo.co – Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Hermanto mengatakan sampai saat ini belum menyepakati penggantian kerugian negara oleh Samadikun Hartono. Terpidana kasus penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu bersedia membayar kerugian tersebut dengan cara mencicil.
“Permohonan memang akan dicicil, tapi kami minta terus agar tidak seperti itu (diangsur),” ujar Hermanto kepada Tempo, Jumat, 10 Juni 2016. Samadikun divonis bersalah menyelewengkan dana BLBI untuk penyehatan PT Bank Modern Tbk dalam kapasitasnya sebagai komisaris utama.
PT Bank Modern Tbk menerima BLBI dalam bentuk surat berharga pasar uang khusus (SBPUK), fasilitas diskonto, dan dana talangan valas sebesar Rp 2,5 triliun. Samadikun sempat menjadi buron selama 13 tahun. Ia ditangkap di Shanghai, Cina, dalam perjalanan menuju rumah anaknya.
Saat ini Samadikun menghuni Lembaga Permasyarakatan Salemba, Jakarta, untuk menjalani hukuman 4 tahun penjara. Samadikun juga harus membayar kerugian negara sebanyak Rp 169 miliar.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menuturkan akan mengerahkan jaksanya untuk menolak seluruh permohonan Samadikun, termasuk soal mencicil pembayaran kerugian negara yang diundur empat bulan ke depan.
Hermanto menjelaskan, kepastian kesanggupan Samadikun membayar kerugian negara akan dibahas kembali pada Senin, 13 Juni 2016. Pembahasannya berlangsung di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Dalam pertemuan nanti, akan ditentukan kapan deadline pembayaran ganti rugi. “Pembayaran langsung itu masih kami tunggu. Nanti kami lihat batas waktunya bagaimana,” ucapnya.
Hermanto menambahkan, penolakan permohonan cicilan itu bukan atas perintah Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. Itu sudah menjadi sikap kejaksaan sejak awal. Sebab, jika dilihat dari kekayaannya, Samadikun memiliki kemampuan membayar ganti rugi tanpa diangsur.
(Kongres Advokat Indonesia)