Cnnindonesia.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Nasdem Syarif Abdullah Alkadrie dalam kasus dugaan proyek infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2016.
Dalam keterangan resmi yang dikeluarkan KPK, anak buah Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh itu dimintai keterangannya untuk tersangka Amran Hi Mustary, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan (BPJN) IV Maluku dan Maluku Utara.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, penyidik akan meminta sejumlah keterangan dari Syarif yang berkaitan dengan suap termasuk pertemuan-pertemuan yang diduga terkait pembahasan dana aspirasi anggota DPR.
“Penyidik ingin mendapatkan keterangan dari yang bersangkutan seputar pertemuan-pertemuan dan kejadian yang berkaitan dengan proyek jalan yang berasal dari dana aspirasi, yang diduga terdapat praktik suap di dalamnya,” kata Priharsa saat dikonfirmasi, Jumat (3/6),
Sebelumnya, Sekjen Kementerian PUPR, Taufik Widjojono mengakui ada pertemuan antara pihaknya dengan sejumlah pimpinan Komisi V DPR. Pertemuan informal itu diungkap Taufik seusai diperiksa penyidik KPK sebagai saksi, Rabu (1/6).
Taufik mengaku pertemuan itu terjadi pada 14 Februari 2015, sebelum digelarnya rapat kerja antara Komisi V dengan Kementerian PUPR. Pertemuan Taufik tak berbeda dengan surat tuntutan terhadap Dirktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Dalam berkas tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, pertemuan di hadiri pimpinan Komisi V yakni Fary Djemi Francis, Lazarus, Yudi Widiana, Michael Wattimena dan sejumlah Kapoksi, menyampaikan keinginan mereka untuk menyalurkan program aspirasinya menjadi proyek infrastruktur.
Wakil Ketua Komisi V DPR dari Fraksi Partai Golkar, Muhidin Mohamad Said berkilah tidak mengetahui mengenai pertemuan itu. Namun, Said membenarkan bahwa proyek jalan di Maluku memang berasal dari dana aspirasi. Namun, dia mengelak saat disinggung mengenai dana aspirasinya yang turut disalurkan di sana.
Selain Amran, KPK telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini, yaitu Andy Taufan Tiro dari Fraksi PAN, anggota Komisi V DPR Fraksi Golkar Budi Supriyanto dan Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP.
Ketiga tersangka lainnya yakni Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir serta dua rekan Damayanti, Dessy A. Edwin, serta Julia Prasetyarini. Dalam perkembangannya, baru Abdul Khoir yang telah disidangkan. Dia didakwa memberi suap kepada pejabat di Kementerian PUPR dan sejumlah anggota Komisi V.
Total uang suap yang diberikan Abdul sebesar Rp21,38 miliar, SG$1,67 juta, dan US$72,7 ribu. Suap diberikan oleh Abdul bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred.
Suap itu diberikann agar anggota DPR itu menyalurkan program aspirasinya melalui proyek infrastruktur di Kementerian PUPR.
Selain itu, dia juga diyakini menyuap Amran H Mustari dengan uang sejumlah Rp16,5 miliar dan satu buah handphone seharga Rp11,5 juta. Uang itu diberikan, supaya Amran menggiring proyek-proyek yang dianggarkan dari program aspirasi Komisi V DPR, supaya jatuh ke tangan PT WTU.
(Kongres Advokat Indonesia)