Detik.com – Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mengakui lembaganya sangat terpuruk beberapa bulan terakhir akibat bawahannya terlibat kasus korupsi. Kondisi akut ini sangat mangkhawatirkan sehingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta turun tangan.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD pekan lalu menyerukan perlu dibuatnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk menyelamatkan kondisi peradilan Indonesia. Ide ini rupanya juga disambut positif kalangan dalam MA.
“Saya pikir, perppu sudah saatnya dikeluarkan. Kondisi peradilan di Indonesia saat ini dibutuhkan pembenahan menyeluruh,” kata pihak internal MA, hakim agung Gayus Lumbuun, kepada wartawan, Minggu (29/5/2016).
Dalam dua bulan terakhir, KPK berhasil mengungkap berbagai modus dagang perkara di peradilan. Dimulai dengan ditangkapnya Kasubdit Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna saat menerima suap Rp 400 juta pada tengah Februari 2016. Dari penangkapan ini, KPK kemudian membuka percakapan BBM Andri dengan staf kepaniteraan MA yang bernama Kosidah, percakapan itu menyebut nama-nama hakim agung dalam pusaran praktik dagang perkara.
Dilanjutkan dengan operasi KPK yang menangkap Panitera PN Jakpus Edy Nasution yang mengantar penyidik KPK ke rumah Sekretaris MA Nurhadi. Dari rumah itu, KPK menemukan sejumlah uang, termasuk yang ada di kloset. Kejutan terakhir yaitu KPK menangkap dua hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu awal pekan lalu yaitu Janner Purba dan Toton. Janner yang juga Ketua PN Kepahiang sedang dipromosikan menjadi Ketua PN Kisaran, Sumatera Utara.
“Perppu ini harus memuat pola promosi dan mutasi para hakim. Kasus Janner menunjukkan promosi dan mutasi MA bermasalah,” ujar Gayus.
Menurut data yang dipegang Gayus, saat ini MA membawahi 8.042 orang hakim, 50-an hakim agung di tingkat MA, 9.291 panitera dan 14.869 PNS yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka tersebar di 30 pengadilan tingkat banding, dan 352 pengadilan tingkat pertama. Untuk mengubah aparat pengadilan yang sangat gemuk itu, diperlukan perppu yang mengatur perubahan di pengadilan secara revolusioner.
“Perppu ini tidak akan mencampuri kasus per kasus perkara atau teknis yudisial. Jadi tidak akan merongrong lembaga yudikatif. Perppu itu nantinya mengatur tata kelola MA dengan melibatkan Komisi Yudisial (KY),” kata Gayus berharap.
Dengan kondisi saat ini, Gayus menyesalkan masih ada hakim agung yang menyatakan kondisi MA belum segawat yang diberitakan media massa. Apalagi, hakim agung tersebut disebut-sebut dalam percakapan Andri dengan Kosidah terkait dagang perkara.
“Seluruh masyarakat pencari keadilan termasuk aparatur di MA semestinya memiliki rasa sensitifitas terhadap perlunya ada pembenahan untuk memperbaiki kondisi peradilan ke masa depan,” ucap Gayus.
Sementara menurut ahli tata negara Bayu Dwi Anggono, Presiden Joko Widodo sudah saatnya memikirkan Perppu Penyelamatan MA tersebut. Mengingat persoalan mafia hukum di MA dan peradilan di bawahnya disebabkan aspek regulasi yang kurang mendukung lahirnya hakim-hakim dan pejabat peradilan yang memiliki kemandirian dan integritas baik, selain juga disebabkan lemahnya pengawasan internal terhadap para hakim dan pejabat peradilan.
“Presiden bisa saja mengeluarkan Perppu untuk menambahkan wewenang kepada KY untuk melakukan audit menyeluruh terhadap cetak biru reformasi peradilan yang telah dicanangkan MA terutama untuk mengetahui bagian mana yang belum berjalan. Perppu juga bisa memuat aturan untuk mempersingkat jabatan hakim agung yang ada saat ini mengingat salah satu muara persoalan di MA adalah lamanya seseorang bisa mengemban jabatan sebagai hakim agung,” ujar Direktur Puskapsi Universitas Jember itu.
KY yang lahir dari rahim reformasi untuk memberantas mafia peradilan ternyata dilumpuhkan perlahan-lahan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Yaitu lewat putusan pada 2007 dengan mencabut pengawasan terhadap hakim agung dan putusan MK tahun 2015 yang mencabut keterlibatan KY dalam seleksi hakim. MA juga kerap mengabaikan rekomendasi KY untuk menskorsing hakim nakal, Janner Purba salah satunya. Janner sebelum ditangkap KPK telah dua kali diberi sanksi oleh KY tetapi MA tak acuh dan tetap mempromosikan Janner menjadi Ketua PN Kisaran.
“Idealnya, putusan KY itu final dan mengikat,” ucap juru bicara KY Farid Wajdi.
Pola pembinaan dan pengawasan ini pula yang disoroti oleh mantan Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh. Sebagaimana terlihat dalam persidangan mantan Bupati Seluma, Murman Effendi yang diadili oleh hakim Toton. Murman diadili dalam kasus proyek jalan tahun 2007, di mana pada tahun itu Toton merupakan mitra Murman yaitu sebagai anggota DPRD Seluma.
“Mestinya Toton mengundurkan diri sebagai majelis hakim. Hal ini jelas-jelas ada conflict of interest. Jangan-jangan di tempat lain hakim dibiarkan melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim,” kata Iman.
Sebagaimana diketahui, Hatta Ali menyatakan kondisi lembaganya sangat terpuruk. Hal itu disampaikan dalam pembinaan di Pontianak awal pekan lalu. Namun Hatta membantah bahwa dagang perkara merembet ke hakim agung, tapi hanya dilakukan oleh oknum pengadilan.
“Kita mengetahui 1-2 bulan kita sangat terpuruk. Banyak kritikan dan kecaman yang sangat tajam tentang kinerja MA beserta jajaran peradilan. Kita akui ada oknum yang telah melakukan pelanggaran yang tidak pantas dan tidak layak dilakukan sehingga apa yang telah dilakukan MA untuk meningkatkan citra lembaga peradilan dan sudah banyak apresiasi yang kita terima, hilang dalam waktu sekejap. Kini yang diangkat hanyalah kebobrokan yang dilakukan segelintir oknum,” kata Hatta Ali seperti dilansir website MA.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pemerintah membentuk Satgas Antimafia Hukum untuk menumpas banyaknya makelar kasus (markus). Lembaga ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009 tanggal 30 Desember 2009. Anggota satgas yaitu Kuntoro Mangkusubroto, Denny Indrayana, Darmono, Irjen Pol Herman Effendi, Mas Achmad Santosa dan Yunus Husein. Selepas masa kerja satgas selesai, mafia peradilan ternyata masih marak.
Jika SBY membuat Satgas, apa yang akan dilakukan Jokowi menyikapi banyaknya mafia peradilan?
(Kongres Advokat Indonesia)