Detik.com – Drama keadilan kembali tampil dengan nada memprihatinkan. Di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, KPK membuka BBM percakapan antara pejabat Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna (ATS) dengan koleganya, Kosidah.
Dalam percakapan itu, Andri tanpa basa-basi menanyakan proses perkara yang didagangkannya. Kosidah yang berada di bagian administrasi perkara menjadi tangan Andri di dalam. Sementara Andri menjadi tim eksekutor menghubungi orang-orang yang bermasalah dan siap menyogok berapa pun asalkan dihukum ringan.
“Kira-kira minta nomor sepatunya berapa ya, Mbak?” tanya Andri ke Kosidah.
“Berapa ya? Kalau 25 bagaimana?” jawab Kosidah.
Nomor sepatu diyakini sebagai kode atau sandi yang jika diterjemahkan asli menjadi minta uang suap berapa. Sedangkan 25 berarti Rp 25 juta.
“Nomor sepatu itu nilai yang diinginkan,” kata ahli pidana Prof Hibnu Nugroho saat berbincang dengan detikcom, Selasa (17/5/2016).
Sandi ‘nomor sepatu’ mengingatkan sandi yang cukup membuat geger beberapa tahun lalu yaitu Apel Malang dan Apel Washington. Kala itu, Angelina Sondakh berbicara dengan Mindo Rosalina Manulang dalam proyek Wisma Atlit lewat percakapan BBM dengan menyebut istilah Apel Malang dan Apel Washington. Belakangan diketahui Apel Malang berarti uang rupiah, dan Apel Washington merupakan uang dolar AS. Di kasus ini, Angie dihukum 10 tahun penjara.
Selain menggunakan sandi buah, ada pula yang menggunakan sandi layaknya dokter dengan pasien. Pihak penyuap diposisikan sebagai pasien dan penerima sebagai dokter. Seperti terlihat dalam kasus penyuapan staf MA Djodi Supratman dengan pengacara Mario Bernando. Djodi menggunakan sandi ‘resep 100 butir’ yang berarti meminta uang Rp 100 juta. ‘Pasien’ yang berarti orang pemberi suap.
“Kalau seperti ini, yang terjadi adalah distrust justisial. Orang tidak lagi percaya kepada pengadilan,” ujar Hibnu.
Atas praktik negatif itu, Hibnu sependapat dengan usulan mutasi besar-besaran di tubuh MA. PNS yang ditengarai bermain, harus dipindah dan dimutasi ke daerah. Usulan itu dilontarkan oleh hakim ad hoc Syamsul Rakan Chaniago yang namanya dicatut oleh Andri.
“Mutasi perlu sekali, itu untuk memotong kedekatan. Jangan hakim saja yang dimutasi, pengawainya juga,” pungkas Hibnu.
(Kongres Advokat Indonesia)