Hukumonine.com – Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan putusan provisi atas tuntutan provisi yang diminta oleh Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah. Hal tersebut seperti yang dibacakan oleh Made Sutrisna, Ketua Majelis hakim yang memeriksa perkara gugatan terhadap Partai Keadilan Sejahtera.
“Dengan ini pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan sementara permohonan provisi penggugat untuk seluruhnya,” ujar Made, Senin (16/5), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Made menjelaskan bahwa putusan tersebut mengacu kepada Pasal 239 ayat 2 huruf d dan Pasal 241 ayat 1UU No.17 Tahun 2014 untuk memutuskan sementara namun tidak memengaruhi pokok perkara. “Ini merupakan putusan provisi yaitu putusan sementara namun harus dilakukan atau dilaksanakan mengingat agar jangan sampai menimbulkan masalah bagi kedua belah pihak. Putusan ini belum memasuki pokok perkara,” jelasnya.
Pasal 239 ayat 2 Huruf d tentang anggota DPR diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan Pasal 241 ayat 1 ialah dalam hal anggota partai politik diberhentikan oleh partai politiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239 ayat (2) huruf d dan yang bersangkutan mengajukan keberatan melalui pengadilan, pemberhentiannya sah setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Putusan provisi tersebut dijatuhkan oleh Hakim lantaran Tergugat meminta penangguhan untuk membacakan jawaban. “Waktu 7 hari untuk menanggapi gugatan dari penggugat belum cukup. Maka kami meminta perpanjangan waktu,” ujar Zainuddin Paru, Kuasa Hukum PKS.
Mujahid A Latief, Kuasa Hukum Fahri Hamzah menjelaskan bahwa putusan provisi tersebut menegaskan bahwa putusan hukum yang telah dan akan dikeluarkan oleh BPDO, Majelis Tahkim dan DPP PKS terkait kliennya, Fahri Hamzah sebagai anggota PKS, Anggota DPR RI, dan Wakil Ketua DPR RI tidak memiliki kekuatan hukum tetap sampai dengan proses hukum di pengadilan selesai.
“Segala putusan hukum yang dikeluarkan oleh PKS terhadap Saudara Fahri Hamzah sebagai anggota PKS, anggota DPR, dan Wakil Ketua DPR tidak memiliki kekuatan hukum tetap sampai ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap,” jelasnya seusai persidangan.
Di pihak tergugat, Zainuddin merasa aneh dan mempertanyakan putusan sela tesebut. Pasalny,a putusan tersebut dikeluarkan sebelum adanya jawaban dari pihak tergugat. “Bagaimana bisa mengabulkan permohonan provisi tanpa mendengar jawaban dari Kami (Tergugat),” ujarnya.
Selanjutnya, dia mengaku akan mengajukan banding dan akan mengadu ke Komisi Yudisial atas putusan tersebut. “Kami akan langsung banding dan akan mengadukan hal ini kepada Komisi Yudisial,” tambahnya.
Berdasarkan salinan gugatan yang didapatkan oleh hukumonline, kuasa hukum Fahri yang bernamakan TIM PKS (TIM Pembela Keadilan dan Solidaritas) dalam provisi meminta agar hakim mengabulkan permohonan provisi penggugat.
“Menyatakan dan menetapkan bahwa sebelum perkara ini memperoleh putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, seluruh putusan yang dikeluarkan oleh Tergugat I dan II terkait penggugat sebagai anggota PKS dan sebagai Wakil Ketua DPR atau Anggota DPR berada dalam status quo dan tidak membawa akibat hukum. Memerintahkan Tergugat III untuk menghentikan semua proses, perbuatan atau tindakan dan pengambilan keputusan apapun juga terkait dengan Penggugat sebagai anggota DPR RI 2014- 2015 sampai perkara ini berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.
Untuk diketahui, putusan Provisiatau provisionil menurut Prof. Sudikno Mertokusumo adalah putusan yang menjawab tuntutan provisionil, yaitu permintaan pihak yang bersangkutan agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak, sebelum putusan akhir dijatuhkan. Dasar hukum pengaturan Putusan Provisi tidak diatur secara tegas, melainkan secara implisit dalam Pasal 180 ayat (1) Het Herziene Indlandsch Reglement (“HIR”) dan Pasal 191 ayat (1) Rechtsreglement voor de Buitengewesten (“RBg”).
(Kongres Advokat Indonesia)