Kompas.com – Sengketa dualisme kepemimpinan di dua organisasi pendiri Partai Golkar, yakni Soksi dan Kosgoro 1957, berlanjut di Munaslub Partai Golkar, Minggu (15/5/2016) malam di Nusa Dua, Bali.
Sengketa itu berujung pada kericuhan peserta saat sidang pleno yang mengagendakan pembahasan verifikasi peserta dari unsur ormas dan organisasi pendiri.
Seperti diketahui, Soksi dipimpin dua ketua umum yaitu Ade Komarudin dan Rusli Zainal. Belakangan, jabatan Rusli digantikan oleh Ali Wongso setelah dirinya tersangkut kasus hukum.
Sedangkan Kosgoro, yang awalnya sengketa terjadi lantaran ada dua ketua umum, yaitu Agung Laksono dan Aziz Syamsudin, justru melebar.
Pada saat Munaslub, Ridwan Hisjam justru juga menyampaikan bukti bahwa dirinya merupakan Ketua Umum Kosgoro dan diakui negara melalui SK Menkumham per 3 Mei 2016.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Nurdin Halid, yang memimpin jalannya sidang sempat menawarkan agar kedua organisasi itu tetap diberi hak suara.
Namun, seluruh ketua umum harus bermusyawarah untuk satu suara.
Rupanya, tawaran itu menimbulkan perdebatan dan saling adu mulut antar kader Kosgoro dan Soksi yang mendukung masing-masing ketua umum.
Hingga akhirnya sidang sempat diskors dua kali, masing-masing selama lima menit dan sepuluh menit, sebelum diambil keputusan.
“Saya tawarkan untuk kepentingan bersama, untuk kebesaran Partai Golkar, kami menawarkan solusi. Dua-duanya menjadi peserta dan hak suaranya satu. Kalau tidak menerima keptusan itu, kami putuskan tidak dua-duanya menjadi peserta,” kata Nurdin seraya mengetuk palu tanda persetujuan.
Namun, bukannya keributan usai, justru muncul keributan baru
(Kongres Advokat Indonesia)