Kompas.com – Sekretaris Jenderal DPR RI Winantuningtyastiti mengakui bahwa tidak ada aturan mengenai batas waktu bagi setiap anggota DPR untuk membuat laporan setelah kunjungan kerja.
Meski demikian, laporan tersebut wajib dilakukan setelah kunjungan kerja dilakukan.
“Laporannya setiap kunjungan kerja, tapi tidak ada aturannya (batas waktu),” ujar Winantuningtyastiti di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/5/2016).
Menurut Winantuningtyas, kewenangan untuk mengawasi laporan keuangan setiap anggota dewan berada pada masing-masing fraksi.
Fraksi kemudian menyerahkan laporan tersebut pada Sekretariat Jenderal DPR.
Meski demikian, menurut Winantuningtyas, sebelum BPK merilis adanya potensi kerugian negara, beberapa anggota DPR telah menyerahkan laporan terkait kunjungan kerja.
“Sebetulnya, sebelum pemeriksaan BPK, anggota dewan banyak yang menyerahkan laporan,” kata Winantuningtyastiti.
Adanya potensi kerugian negara dalam kunker perseorangan anggota DPR sebelumnya disampaikan pertama kali oleh Wakil Ketua Fraksi PDI-P di DPR Hendrawan Supratikno.
BPK menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 945.465.000.000 dalam kunjungan kerja perseorangan yang dilakukan oleh anggota DPR RI.
Laporan ini sudah diterima oleh Sekretariat Jenderal DPR dan diteruskan ke 10 fraksi di DPR.
Hendrawan mengakui, sejumlah anggota DPR selama ini banyak yang kurang serius membuat laporan pertanggungjawaban kunjungan ke dapilnya.
Ada pula anggota DPR yang hanya mempercayakan kegiatan kunker ke tenaga ahli. Foto kegiatan yang sama sering digunakan berkali-kali dalam setiap laporan kunker.
(Kongres Advokat Indonesia)