Aktual.com – Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin dituntut hukuman penjara selama tujuh tahun dan denda Rp1 miliar subsidair satu tahun kurungan, oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Nazaruddin dinilai telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Maka dari itu, Majelis Hakim diminta untuk menjatuhkan hukuman kepada Nazaruddin sebagaimana tuntutan Jaksa.
“Meminta Majelis Hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang, sesuai dakwaan primer kesatu, primer kedua dan primer ketiga,” papar Jaksa Kresno Anto Wibowo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/5).
Tuntutan ini, kata Jaksa Kresno, diberikan dengan mempertimbangkan berbagai hal. Untuk hal yang meringankan, Nazaruddin dianggap membantu pengungkapan berbagai kasus sebagai saksi pelaku dan masih memiliki tanggungan keluarga.
“Untuk yang memberatkan, terdakwa dianggap tidak mendukung upaya pemerintah yang tengah giat melakukan pemberantasan korupsi,” jelas Jaksa.
Dalam pemaparan fakta yuridisnya, Jaksa KPK menilai bahwa mantan orang nomor tiga di Partai Demokrat ini telah terbukti menerima sejumlah hadiah dari PT Duta Graha Inda dan PT Nindya Karya. Dimana, Nazaruddin telah membantu dua perusahaan itu demi mendapatkan proyek-proyek di sektor pendidikan dan kesehatan.
Adapun gratifikasi atau hadiah yang didapat Nazaruddin berjumlah Rp40,37 miliar. Dia dianggap menerima gratifikasi, lantaran pada saat menerima Nazaruddin tercatat sebagai anggota DPR RI. Hal ini membuktikan dakwaan primer kesatu Jaksa ke Nazaruddin.
Pemilik perusahaan Permai Grup ini juga diyakini terbukti mengalihkan kepemilikan sejumlah asetnya yang didapat dari hasil korupsi. Pengalihan aset itu dilakukan dengan membeli saham milik PT Garuda Indonesia senilai Rp298 juta pada 2011 silam. Selain itu, dia juga tercatat membeli saham milik Bank Mandiri dan PT Krakatau Steel.
Atas fakta yuridis terbut, Nazaruddin dinilai terbukti melanggar tiga Pasal, yakni Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaiman diubah kedalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Kedua, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 65 ayat 1 KUHPidana dan Pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan e UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana diubah kedalam UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
(Kongres Advokat Indonesia)