Kompas.com – Sekretaris Jenderal Transparency Internasional Indonesia Dadang Trisasongko mengatakan, transparansi pada sektor penegakan hukum masih lemah.
Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah karena transparansi dan akuntabilitas merupakan komponen penting dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis.
Dadang menjelaskan, skor Corruption Perception Index (CPI) 2015 terkait korupsi mengalami penurunan khususnya pada institusi kepolisian, pengadilan, badan legistatif, dan badan eksekutif.
Secara tidak langsung, hal tersebut menunjukkan bentuk pesimisme publik terhadap penegak hukum akibat proses penegakan hukum yang lemah, seperti upaya pelemahan KPK beberapa waktu lalu, banyaknya indikasi tindak pidana korupsi yang tidak diproses, hingga tersangka korupsi yang dibebaskan.
“Mekanisme sistem transparansi dan akuntabilitas harus dibangun, khususnya di institusi kepolisian, kejaksaan dan pengadilan,” ujar Dadang, di Jakarta, Rabu (11/5/2016).
Menurut dia, kepolisian belum transparan karena tak membuka sejumlah informasi yang seharusnya diketahui publik.
Informasi tersebut misalnya mengenai berapa jumlah Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) yang sudah dikeluarkan, jumlah laporan perkara yang masuk, jumlah perkara yang sudah ditangani, dan jumlah kasus yang tidak ditangani.
“Informasi itu harusnya transparan, jadi publik tahu berapa kasus yang tidak ditangani beserta alasannya. Saya rasa sampai saat ini informasi belum bisa diakses,” kata Dadang.
Sementara itu, pada institusi kejaksaan, seharusnya transparan mengenai mekanisme pengembalian uang pengganti dari terpidana kasus korupsi.
Dari sisi akuntabilitas, kejaksaan juga harus melakukan perbaikan.
Menurut Dadang, seorang jaksa harus berperan aktif memeriksa perkara sejak kepolisian mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
“Kewenangan jaksa tidak sekedar dalam hal penuntutan. Itu untuk efisiensi supaya berkasnya tidak bolak-balik, yang kedua menciptakan peradilan murah,” kata Dadang.
Adapun, institusi pengadilan harus melakukan pembenahan sistem kepaniteraan dan sistem administrasi pengadilan yang lebih transparan.
Pasalnya, tren kasus korupsi di pengadilan saat ini tidak selalu melibatkan hakim.
“Sistem administrasi pengadilan harus dibenahi agar lebih transparan,” ujar Dadang.
(Kongres Advokat Indonesia)