Hukumonline.com – Ketua Komisi D DKI Jakarta Mohamad Sanusi mengaku menyimpan uang sejumlah AS$10 ribu di dalam brankasnya. Namun, ia membantah jika uang tersebut adalah uang hasil tindak pidana korupsi. Ia menegaskan, uang itu merupakan hasil bisnis properti. “Itu bisnis saya, properti. Thamrin City,” katanya usai diperiksa di KPK, Rabu (11/5).
Beberapa hari lalu, KPK kembali melakukan penggeledahan di kediaman Sanusi. Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak menyatakan, dari hasil penggeledahan, penyidik menemukan uang sejumlah AS$10 ribu yang tersimpan di dalam brankas milik politikus Partai Gerindra itu.
Namun, hingga kini, penyidik masih menelusuri asal usul uang yang ditemukan di dalam brankas Sanusi. Menurut Yuyuk, penyidik akan mengkonfirmasi kepada Sanusi mengenai sumber uang pecahan AS$100 sebanyak 100 lembar yang ditemukan di dalam brankasnya. “Akan dikonfirmasi kepada tersangka (Sanusi),” ujarnya.
Sebelumnya, KPK telah menyita uang sejumlah Rp1,14 miliar dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) Sanusi. Kemudian, KPK kembali menyita uang sekitar Rp850 juta dari ruang kerja Sanusi. Akan tetapi, dugaan suap ini telah dibantah pengacara Sanusi maupun pengacara Ariesman. Keduanya mengaku, uang Rp2 miliar bukan uang suap.
Sanusi merupakan salah seorang tersangka dalam kasus dugaan suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan tiga orang tersangka. Selain Sanusi, KPK juga menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomor Land (APL) Ariesman Widjaja dan karyawan PT APL Trinanda Prihantoro yang juga asisten Ariesman. Sanusi diduga menerima suap Rp2 miliar dari Ariesman melalui Trinanda.
Pemberian uang itu diduga untuk mempengaruhi pembahasan Raperda di DPRD DKI Jakarta. Sudah puluhan saksi yang diperiksa KPK, baik dari pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov), DPRD DKI Jakarta, maupun pengembang, termasuk bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan.
KPK telah memeriksa pula Direktur Agung Sedayu, Richard Halim Kusuma dan Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Sunny Tanuwidjaja. Hari ini, KPK kembali memeriksa Richard sebagai saksi. Namun, Richard tetap bungkam. Dengan kawalan petugas, Richard berjalan cepat menuju mobilnya yang diparkir di depan lobby KPK.
Selain itu, KPK telah memeriksa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Penyidik ingin menggali proses pembahasan Raperda, mulai dari penetapan tambahan kontribusi 15 persen yang dibebankan kepada pengembang pulau reklamasi hingga alotnya pembahasan di DPRD DKI Jakarta.
Sebagaimana diketahui, ada dua versi penyebab alotnya pembahasan Raperda. Dari pihak Pemprov DKI Jakarta, penyebab alotnya pembahasan Raperda karena belum ada kesepakatan mengenai poin tambahan kontribusi 15 persen. Sedangkan, dari pihak DPRD DKI Jakarta, penyebabnya adalah ketidaksepahaman mengenai masuknya ketentuan izin dalam Raperda.
Belum diketahui mana yang benar. Yang pasti, terkait reklamasi ini, sudah ada beberapa pengembang penerima izin pelaksanaan reklamasi. Antara lain, PT Muara Wisesa Samudra (cucu perusahaan PT APL) untuk pelaksanaan reklamasi Pulau G, PT Jakarta Propertindo untuk pelaksanaan reklamasi Pulau F, PT Jaladri Kartika Pakci untuk pelaksanan reklamasi Pulau I, dan PT Pembangunan Jaya Ancol untuk pelaksanaan reklamasi Pulau K.
Tak hanya empat perusahaan itu, PT Kapuk Naga Indah (anak usaha Agung Sedayu Group) juga telah mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi untuk Pulau C dan E. Izin pelaksanaan reklamasi untuk Pulau C dan D, disebut-sebut bukan diterbitkan oleh Ahok, melainkan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Saat ini, di Pulau C dan D sudah berdiri beberapa bangunan yang diduga belum dilengkapi izin mendirikan bangunan (IMB).
Terkait kasus Sanusi ini, Sunny yang diperiksa beberapa waktu lalu mengaku pernah berkomunikasi dengan pihak pengembang dan Sanusi. Diduga pula ada pertemuan antara Aguan dengan Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, Ketua Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik, anggota Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta Muhammad Sangaji, serta Ketua Pansus Reklamasi Selamat Nurdin.
Pertemuan dengan Aguan pun diamini Prasetio usai diperiksa KPK pada 3 Mei 2016. Namun, Prasetio membantah jika dalam pertemuan itu ada pembahasan mengenai Raperda. Menurutnya, pertemuan itu hanya silaturahmi. Sebab, Prasetio pernah memiliki hubungan kerja dengan Aguan. “Saya kan bekas salah satu karyawan beliau,” tuturnya.
(Kongres Advokat Indonesia)