Lembaga Peradilan Diminta Lebih Transparan Berantas Praktik Percaloan
Lembaga Peradilan Diminta Lebih Transparan Berantas Praktik Percaloan

Lembaga Peradilan Diminta Lebih Transparan Berantas Praktik Percaloan

Lembaga Peradilan Diminta Lebih Transparan Berantas Praktik Percaloan

Kompas.com – Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti, menegaskan perlu adanya mekanisme transparansi di setiap jenjang pengadilan untuk meningkatkan keterbukaan informasi di sektor peradilan.

Ray mengatakan setiap lembaga pengadilan seharusnya bisa memanfaatkan teknologi, seperti website, untuk menampilkan seluruh informasi terkait tahap penerimaan berkas perkara hingga proses putusan.

Langkah tersebut, menurut Ray, penting untuk dilakukan agar lembaga peradilan menjadi lebih transparan dan akuntabel. Dengan begitu, lembaga peradilan juga diharapkan bisa bebas dari praktik percaloan yang masih sering terjadi.

Dengan adanya transparansi, maka masyarakat luas menjadi lebih mudah untuk ikut mengawasi seluruh proses peradilan yang terjadi di dalam lembaga yudisial.

“Transparansi proses peradilan sudah diatur dalam aturan MA. Seharusnya dipatuhi oleh seluruh pengadilan. Mulai dari penerimaan kasus hingga putusan terpampang jelas di website. Sehingga tidak ada yang ‘main belakang’,” ujar Ray saat memberikan keterangan pers di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2016).

Ray menilai permasalahan korupsi yang belakangan marak terjadi di lembaga yudisial disebabkan karena lemahnya pengawasan internal yang dilakukan oleh MA.

Sementara, menurut Ray, lembaga yudisial merupakan lembaga independen yang bebas dari intervensi dari siapa pun, baik dari lembaga eksekutif maupun legislatif.

Lebih jauh, dia menjelaskan, kasus penangkapan panitera PN Jakarta Pusat dan pencekalan Sekretaris MA beberapa waktu lalu membuka kembali catatan praktik mafia peradilan di lembaga yudisial.

Menurut catatan Koalisi Pemantau Peradilan, sedikitnya ada 35 orang hakim, panitera dan pegawai pengadilan yang terjerat kasus korupsi sejak KPK berdiri.

Rentetan kasus tersebut menunjukkan adanya praktik korupsi yudisial yang sistemik, massif, dan mengakar di institusi pengadilan.

Jika berkaca pada jumlah pengadilan di Indonesia yang mencapai 825 pengadilan maka potensi penyimpangan juga sangat besar dan persoalan pengawasan yang lemah semakin memperbesar potensi korupsi di tubuh pengadilan.

Oleh karena itu, Ray menekankan pentingnya pengawasan secara langsung oleh masyarakat sipil terhadap kinerja seluruh pengadilan.

“Butuh pengawasan dari media dan elemen masyarakat untuk mengawasi hakim dan pegawai pengadilan. Makanya mekanisme transparansi itu penting untuk diimplementasikan di seluruh tingkat pengadilan,” ucap Ray.

(Kongres Advokat Indonesia)

Silahkan tinggalkan komentar tapi jangan gunakan kata-kata kasar. Kita bebas berpendapat dan tetap gunakan etika sopan santun.

TERPOPULER

TERFAVORIT

Audiensi Presidium DPP KAI – Menkum HAM RI: Kita Mitra Kerja!
September 7, 2024
Diangkat Kembali Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI), Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Pembentukan Dewan Advokat Nasional
July 25, 2024
Presidium DPP KAI Kukuhkan 15 AdvoKAI & Resmikan LBH Advokai Lampung
July 20, 2024
Rapat Perdana Presidium DPP KAI, Kepemimpinan Bersama Itu pun Dimulai
July 3, 2024
Tingkatkan Kapasitas Anggota tentang UU TPKS, KAI Utus 20 AdvoKAI untuk Ikut Pelatihan IJRS
June 26, 2024