Mediaindonesia.com – PEMERINTAH hingga saat ini masih menyusun rekomendasi hasil dari simposium tragedi 1965/1966 yang digelar April lalu. Korban tragedi 1965/1966 berharap ada sejumlah rekomendasi yang dihasilkan, di antaranya rehabilitasi umum bagi para korban. Simposium tersebut diharapkan dapat menjadi langkah awal pengungkapan kebenaran.
“Minimal ada semacam rehabilitasi umum, yakni mengembalikan hak awal sebelum peristiwa 1965 hasil rangkuman simposium, tapi belum disampaikan secara resmi. Memang ada tarik-menarik kepentingan yang kuat. Yang paling penting ada kemauan yang kuat untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu,” ujar Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) Bedjo Untung di Kantor Kemenko Polhukam, kemarin.
YPKP 65 secara resmi menyampaikan resume data dan catatan kuburan massal korban pembunuhan peristiwa 1965 kepada Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, kemarin (Senin, 9/5).
Menurut Bedjo, data tersebut belum menyeluruh. Sementara itu, baru terdapat 122 titik di Jawa dan Sumatra. Menurut dia, masih banyak daerah lain yang juga menjadi lokasi penemuan kuburan massal korban pembunuhan 1965, seperti di Bali, Kalimantan, Sulawesi, NTT, dan NTB.
Namun, daerah tersebut belum masuk ke data yang diserahkan kepada pemerintah. “Itu belum dimasukkan. Itu jauh lebih besar lagi,” ucap dia.
Dari 122 titik kuburan massal itu, minimal satu titik berisikan 1.999 korban. Ia pun memastikan akan bertanggung jawab atas data jumlah kuburan massal dan korban.
“Itu belum termasuk korban 65 yang dibunuh dan dibuang ke laut, ke sungai, Sungai Ular, Asahan, Brantas, Bengawan Solo. Itu banyak sekali dan itu bisa kami pertanggungjawabkan.”
Selain itu, Bedjo meminta YPKP 65 bersama saksi pelaku dan saksi korban agar dapat diberi jaminan keamanan. Jaminan itu dalam rangka penunjukan kuburan massal tersebut.
“Agar ada jaminan keamanan supaya kuburan massal itu tidak digusur, dirusak, dan dipindahkan, bahkan dihilangkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” kata Bedjo.
Di tempat yang sama, anggota Dewan Pengarah International People’s Tribunal on 1965 Crimes Against Humanity in Indonesia (IPT 1965) Reza Muharam berharap salah satu hasil dari simposium tragedi 1965/1966 ialah pembentukan komite pengungkapan kebenaran yang kedudukannya langsung di bawah presiden.
Komite pengungkapan kebenaran diperlukan supaya semua pihak mempunyai kesepahaman dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM menyangkut peristiwa 1965/1966.
“Kita juga berharap ada payung hukum untuk merehabilitasi para korban. Presiden dapat mengeluarkan keputusan presiden (keppres),” imbuhnya.
Jamin keamanan
Soal jaminan keamanan, Luhut menilai permintaan itu sebagai hal yang biasa.Pemerintah akan memberikan jaminan keamanan bagi korban 65 untuk dapat menunjukkan kuburan massal itu. “Ya enggak kenapa-kenapa. Jaminan keamanannya jangan diganggulah,” ucap Luhut.
(Kongres Advokat Indonesia)