Kompas.com – Pemerintah diminta tegas dan konsisten dalam mempertahankan komitmennya untuk mengharuskan anggota DPR mundur ketika mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Pasalnya, dalam masa reses saat ini DPR masih menunda revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang mengatur agar anggota TNI/Polri, anggota parlemen, dan pejabat publik tak perlu mundur jika hendak menjadi calon kepala daerah.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokasi (Perludem), Fadli Ramadhan, Jumat (6/5/2016) mengatakan, pemerintah harus konsisten pada keputusan awal. Masalah itu, kata Fadli, sudah jelas karena telah diputuskan di Mahkamah Konsitusi (MK).
Pemerintah tinggal menginventarisasi permasalahan pada Pilkada 2015. Karena itu, revisi UU Pilkada harus mengedepankan aspek pembenahan penyelenggaraan pemilu.
“Ketika sikap sudah jelas, pemerintah harus tegas saja,” ujar Fadli saat dihubungi Kompas.com, Jumat.
Menurut dia, pemerintah jauh lebih paham dalam membenahi dan memperbaiki penyelenggaraan pilkada. “Karena pengawasannya langsung di pemerintah dalam penyelenggaraanya, bukan DPR,” katanya.
Fadli meyakini, keinginan anggota DPR untuk maju dalam pilkada tanpa harus mundur dari jabatannya, kental beraroma politik. “Ini jelas dari poin-poin yang diperdebatkan memiliki unsur ‘kepentingan’ semua. Mulai dari syarat pencalonan sampai pada tidak mau mundurnya dari jabatan DPR,” kata dia.
Dia berharap, jika kedua pihak (pemerintah dan DPR) tidak menemukan titik terang, pemerintah agar tetap tegas dengan tetap mempertahankan poin yang lama dalam UU sebelumnya.
“Intinya harus tegas, kalau di luar dari yang seharusnya tolak saja. UU itu akan jadi jika ada kesepakatan, bukan mengikuti kemauan pihak tertentu,” ujarnya.
(Kongres Advokat Indonesia)