Cnnindonesia.com – Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyatakan saat ini pemerintah masih terus berusaha menyelesaikan rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang terkait hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Khofifah mengatakan, Kementerian Sosial juga masih terus berkoordinasi dengan aparat hukum dan Kementerian terkait dengan hal tersebut.
“Proses yang sekarang juga sedang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, terhadap draf perppu soal kebiri. Kita sedang menunggu paraf dari masing-masing kementerian,” ujar Khofifah saat berkunjung ke kediaman keluarga almarhum Yuyun (14) yang tewas dibunuh dan diperkosa oleh 14 remaja pria di Rejang Lebong, Bengkulu, Jumat (6/5), mengutip detikcom.
Khofifah menyebutkan, sedianya ada dua draft perppu terkait kebiri yang akan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Joko Widodo. Dalam perppu tersebut akan ada beberapa teknis mengebiri para pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
“Ada yang terkait dengan saraf libido dikebiri, apakah dengan mengoleskan dengan bahan kimia ada juga yang dengan draf pemberatan. Artinya pemberatan hukuman seumur hidup atau hukuman mati apabila dikenakan hukuman berlapis,” ujarnya.
Lebih lanjut, selain pengebirian, ia juga berharap ada hukuman sosial terhadap pelaku. Salah satu hukuman sosial yang diharapkan olehnya adalah dengan penyebaran foto para pelaku di tempat umum. Hal tersebut dianggap bisa menjadi hukuman yang bisa mempengaruhi orang lain untuk tidak bertindak hal yang sama dengan pelaku.
“Kalau di banyak negara sebetulnya ada yang sudah memberikan social punishment,” uja Khofifah.
Menurut Khofifah penindakan dan penanggulangan tindak kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur tidak bisa dilakukan oleh kementerian saja. Ia meminta, DPR juga turut serta merumuskan Undang-Undang yang sifatnya mencegah. Pasalnya ia menilai, tindak kekerasan seksual terhadap anak, termasuk kepada Y, bukan hanya disebabkan oleh nafsu birahi semata, melainkan juga pengaruh minuman beralkohol.
“Saya ingin menyampaikan kepada Pansus minuman beralkohol di DPR, mari kita melihat ekses dari minol dari kemungkinan kebahayaan dan kekerasan seksual sampai juga yang menyebabkan kematian. Supaya Pansus tidak segan-segan membuat regulasi yang bersifat keharusan,” tutur Khofifah.
Sementara itu, ia juga meminta masyarakat untuk turut serta terlibat dalam menanggulangi kejahatan seksual terhadap anak. Ia mengklaim, pemerintah tidak bisa mengawasi seluruh aktifitas sosial karena adanya keterbatasan.
“Apa yang harus kita lakukan sebagai bangsa, pemerintah menyiapkan regulasinya. Masyarakat juga harus menyiapkan proteksi yang bisa melindungi seluruh warga bangsa terutama anak-anak,” ujar Khofifah.
Sebelumnya, kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang menimpa Yuyun menarik simpati masyarakat luas. Gerakan sosial dengan tagar #nyalauntukyuyun digaungkan dari seluruh penjuru negeri. Seruan untuk menghukum seberat-beratnya para pelaku bahkan disampaikan Presiden Joko Widodo.
Yuyun, pelajar kelas 1 SMP, mengalami peristiwa yang sangat mengenaskan pada 2 April 2016, di Desa Kasie Kasubun, Padang Ulak Tanding, Bengkulu.
Ketika itu, dia dalam perjalanan pulang sekolah. Korban dicegat oleh 14 pemuda mabuk minuman beralkohol jenis tuak. Dia dipaksa ke kebun, kemudian diperkosa secara bergiliran. Mereka juga memukuli, mengikat, dan menyekap gadis remaja itu. Yuyun tewas dan jasadnya dibiarkan di semak belukar. Dia ditemukan nyaris tanpa busana.
Hingga kini polisi telah menangkap 12 orang tersangka. Tujuh orang di antaranya masih berusia di bawah umur. Sementara lima orang lainnya berusia dewasa. Dua orang lagi masih buron.
(Kongres Advokat Indonesia)