Hukumonline.com – Ombudsman Republik Indonesia mengatakan masih menemukan praktik percaloan dengan berbagai tujuan di lembaga peradilan.
“Terbukti dalam investigasi Ombudsman RI, tenaga peradilan meminta uang jasa percaloan kepada pencari keadilan hingga mencapai puluhan juta rupiah,” kata salah satu pimpinan Ombudsman RI Ninik Rahayu di Gedung Ombudsman, Jakarta, Rabu.
Ninik mengatakan temuan ini diperoleh dari investigasi atas prakarsa sendiri dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan publik dan administrasi peradilan di Indonesia.
Investigasi tersebut berfokus pada pelayanan pendaftaran perkara, jadwal sidang, pemberian salinan, dan petikan putusan. Fokus pengawasan itu berdasarkan tren pengaduan masyarakat ke kantong Ombudsman RI yang jumlahnya kian tahun semakin meningkat.
“Praktik percaloan muncul kemudian setelah di beberapa pengadilan negeri ditemukan praktik maladministrasi yang meminta uang pada para pencari keadilan hingga mencapai puluhan juta rupiah,” ujar dia.
Berbagai temuan maladministrasi ini diperoleh tim melalui metode “mystery shopper” (berpura-pura menjadi pengguna pelayanan) ke sejumlah pengadilan negeri. Hasilnya, diperoleh temuan penyimpangan prosedur pada pendaftaran perkara, keterlambatan pelaksanaan jadwal sidang, penyimpangan prosedur dalam penyerahan salinan putusan dan petikan putusan, praktik percaloan, dan tidak terpenuhinya standar pelayanan di pengadilan.
Sementara itu, salah satu pimpinan Ombudsman RI pengampu substansi penegakan hukum Adrianus Meliala mengatakan temuan investigasi ini semakin menegaskan kondisi peradilan yang sangat mengkhawatirkan.
Investigasi tersebut juga menegaskan Rule of Law Index 2015 yang dirilis World Justice Project, Washington DC. Indeks yang memotret praktik peradilan di tiga kota besar pada 102 negara ini menyatakan penegakan hukum Indonesia sangat rendah.
Indeks ini menempatkan Indonesia di peringkat 52 dari 102 negara dunia. Indonesia juga termasuk berada di antara peringkat terbawah di antara 15 negara Asia-Pasifik, yaitu di peringkat ke-10. Peringkat Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, dan Filipina.
Salah satu penyumbang poin buruk pada pemeringkatan ini adalah rendahnya integritas dan etika di lingkungan peradilan. Indonesia berada di peringkat ke-74 dari 102 negara dunia atau ke-14 dari 15 negara Asia-Pasifik.
Rendahnya posisi Indonesia juga karena sulitnya warga mendapat akses “civil justice” melalui peradilan. Pada dimensi ini, Indonesia berada di peringkat ke-83 dari 102 negara dunia atau ke-13 dari 15 negara Asia-Pasifik.
“Untuk itu, hasil temuan investigasi Ombudsman RI ini akan kami sampaikan kepada Mahkamah Agung dalam bentuk saran perbaikan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik di pengadilan,” ujar Adrianus.
(Kongres Advokat Indonesia)