Hukumonline.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah melakukan finalisasi aturan penerbitan obligasi daerah (municipal bond) yang dapat menjadi opsi sumber pembiayaan untuk membangun proyek infrastruktur daerah. “Kita sedang finalisasi aturannya di OJK,” kata Kepala Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani di Jakarta, Senin (2/5).
Menurut Firdaus, beberapa pemerintah daerah (pemda) yang mempunyai pendapatan asli daerah atau PAD besar, berpotensi untuk menerbitkan obligasi daerah tersebut. “Pemda Jawa Barat yang sudah ingin sekali menerbitkan (municipal bond) untuk biayai bandara yang baru di Majalengka,” ujarnya.
Kendati nantinya diizinkan untuk menerbitkan obligasi daerah, pemda juga diharapkan tentunya mampu membayar imbas hasil dari obligasi daerah tersebut, bukan hanya bisa menerbitkan saja. Rencananya, izin pemberian penerbitan obligasi daerah ini akan ketat.
“Nanti gak mampu bayar ada pemda yang bangkrut, kan gak lucu. Jadi izinnya memang cukup ketat di pemerintah. Selain mampu menjual, juga ada potensi pendapatan dari daerah yang bersangkutan,” kata Firdaus.
Selain itu, lanjut Firdaus, pihaknya juga mengharapkan nantinya akan ada dinas khusus di pemda yang mengatur dan mengelola obligasi daerah tersebut. “Di pusat kan ada Dirjen Pengelolaan Utang dan Risiko (Kemenkeu), nanti kalau di pemda itu harus ada dinas yang kelola itu,” ujar Firdaus.
Sementara itu, terkaitusulan agar obligasi korporasi BUMN yang bergerak di bidang infrastruktur dapat juga dikategorikan sebagai instrumen surat utang negara (SUN) bagi IKNB, juga masih dibahas OJK. Jika sudah rampung, Firdaus berjanji akan mengumumkan usulan ini.
“Jadi kami sedang melakukan pembahasan lagi dan tentunya (akan rilis) kalau memang sananya (BUMN infrastruktur) juga sudah siap. Misalnya berapa banyak obligasi korporasi BUMN yang akan dikeluarkan,” katanya.
Firdaus sendiri mengapresiasi adanya usulan tersebut, karena menurutnya pemenuhan kewajiban surat utang negara atau obligasi itu, memang ditujukan untuk mendukung pembiayaan infrastruktur yang tengah digenjot oleh pemerintah. Menurutnya, tujuan usulan ini memiliki dampak positif bagi pembangunan infrastruktur.
“Karena obligasi yang diwajibkan itu bukan cuma satu atau dua tahun tapi lima tahun atau sepuluh tahun, artinya tidak ada keberatan dari pihak pemerintah. Jadi bukan keharusan untuk sekedar menutup defisit APBN (dengan wajib beli obligasi), tapi untuk bangun infrastruktur,” ujar Firdaus.
Oleh karena itu, lanjutFirdaus, apabila dari korporasi BUMN infrastruktur sendiri telah siap untuk mengeluarkan obligasi, OJK tinggal meninjau saja Surat Edaran (SE) yang diterbitkan kepada perusahan asuransi dan dana pensiun. Untuk 2016, kewajiban pemenuhan SUN oleh IKNB sebesar 20 persen, sedangkan pada tahun depan naik 10 persen menjadi 30 persen.
Terkait dengan kekhawatiran ada tarik menarik antara surat berharga negara (SBN) dan obligasi BUMN infrastruktur, otoritas menyatakan nanti memang akan diatur prosentasenya sehingga tidak ada persaingan antara keduanya yang dapat berujung saling meninggikan tawaran tingkat bunga.
“Pasti ada (prosentasenya), tapi berapa persen kita lihat dulu keteserdiaan sana berapa yang korporasi terbitkan. Kan gak semua diharapkan hanya dijual ke IKNB,” tutup Firdaus.
(Kongres Advokat Indonesia)