Tempo.co – Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menilai vonis 3,5 tahun yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya kepada I dan A, terdakwa anak dalam kasus pembunuhan Salim Kancil, sudah tepat. “Saya kira hakimnya cukup bijaksana,” kata Arist saat dihubungi, Jumat, 29 April 2016.
Arist menuturkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia terdakwa anak-anak tidak boleh dihukum bui lebih dari 10 tahun. Meskipun tindakannya kategori melanggar hak asasi manusia, yakni menganiaya seseorang hingga meninggal, terdakwa anak tetap harus mendapat perlakuan khusus.
Apalagi hakim menemukan bukti bahwa terdakwa hanya ikut-ikutan menganiaya Salim Kancil. Menurut Arist hal itu membuktikan bahwa terdakwa tidak punya rencana menganiaya dan membunuh.
Arist menilai sudah tepat bila vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa. “Peran mereka bukan perencana penganiayaan dan pembunuhan, jadi bukti itu bisa meringankan hukuman mereka,” katanya.
Setelah divonis, ujar Arist, terpidana harus dimasukan ke dalam sel khusus anak dan tidak boleh dicampur dengan narapidana dewasa. “Fokusnya sekarang adalah pembinaan pada dua narapidana itu,” ujar Arist.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis 3 tahun 6 bulan penjara kepada I dan A, terdakwa anak dalam kasus pembunuhan Salim Kancil, Kamis, 28 April 2016.
Vonis hakim lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yakni 7 tahun penjara. Jaksa menilai terdakwa melanggar Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan berencana. Jaksa juga menjerat terdakwa dengan Pasal 170 ayat 2 ke-3 KUHP tentang pengeroyokan dan perusakan. “Majelis hakim cenderung membuktikan dakwaan kedua,” kata ketua majelis hakim, Suhartati.
(Kongres Advokat Indonesia)