Kompas.com – Anggota Komisi II DPR Hetifah Sjaifudian berharap revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang saat ini tengah bergulir di DPR bisa lebih mengakomodir peluang perempuan untuk menjadi pemimpin di daerah.
Hetifah mengatakan, keterwakilan perempuan dalam politik dan pemerintahan sebenarnya sudah diperjuangkan oleh Raden Ajeng Kartini sejak pemerintahan Hindia-Belanda pada tahun 1900-an.
Namun peran perempuan sampai saat ini masih begitu minim.
“Ini bisa terlihat dari hasil Pilkada serentak 2015 lalu di mana jumlah calon kepala dan wakil kepala daerah perempuan masih jauh dari harapan,” kata Hetifah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/4/2016).
Hetifah menilai, rendahnya partisipasi perempuan pada Pilkada lalu dapat dilihat dari banyak data, diantaranya yang dirilis oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Data Perludem menunjukkan, dari 269 daerah, Pilkada serentak lalu hanya memunculkan 46 perempuan yang terpilih. Jumlah tersebut terdiri dari 24 kepala daerah, dan 22 wakil kepala daerah. Politisi partai
Golkar ini menilai jumlah itu masih cukup minim dan menjadi perhatian para aktivis perempuan yang konsen di bidang politik. Revisi UU Pilkada 2015 dinilai belum memihak kepentingan perempuan.
“Untuk itu, dalam revisi UU Pilkada yang sedang berjalan, kami berharap partai politik mendorong kader perempuan terbaiknya untuk tampil, sebagai calon kepala atau wakil kepala daerah,” ucap Hetifah.
Hetifah salah satunya mengusulkan agar ada pasal khusus yang bisa lebih memudahkan perempuan dibandingkan laki-laki.
Misalnya, saat ini syarat parpol atau gabungan parpol untuk mendukung calon di pilkada adalah memiliki 20 persen kursi di DPRD. Dia ingin agar syarat tersebut dikurangi apabila parpol mendukung calon perempuan.
“Misalnya kalau untuk calon perempuan diturunkan jad 15 persen. Tapi ini baru mau saya usulkan di pembahasan nanti,” kata dia.
Selain UU Pilkada, Hetifah juga mendorong agar revisi UU parpol nantinya juga mendorong keterlibatan perempuan untutk masuk ke dalam kepengurusan partai.
Jika masuk ke dalam kepengurusan, kata dia, maka perempuan mempunyai peluang yang lebih besar untuk diusung sebagai calon kepala daerah.
“Melalui peringatan Hari Kartini, kami mendorong para aktivis perempuan untuk tak henti bergerak dan turut serta membantu lahirnya pemimpin perempuan di Pilkada 2017. Ini agar isu dan persoalan seputar perempuan menjadi perhatian dan fokus penyelesaian,” ujarnya.
(Kongres Advokat Indonesia)