Detik.com – Mahkamah Agung (MA) mengadili para anggota DPRD Sragen 1999-2014 di kasus korupsi dana asuransi anggota dewan. Meski kasusnya sama, tapi putusannya berbeda. 17 Orang anggota DPRD Sragen dihukum penjara dan 10 orang divonis bebas.
Kasus berjamaah itu bermula saat para anggota dewan setuju membuat Peraturan Daerah (Perda) APBD yang mengalokasikan dana asuransi bagi mereka sebesar Rp 2,2 miliar pada tahun 2003 atau masing-masing Rp 50 juta.
Selidik punya selidik, dana asuransi tersebut dinilai melanggar hukum sehingga jaksa turun tangan. Jaksa kemudian menetapkan 27 orang menjadi terdakwa dengan berkas dibagi menjadi tiga berkas yaitu:
1. Letkol (Purn) Drs Purnomo;
2. Letkol (Pur) Udin Dalino;
diadili di pengadilan militer dan divonis lepas. Sedangkan 25 lainnya disidang di Pengadilan Negeri (PN) Sragen dalam dua berkas yaitu paket pertama terdiri dari:
1. Ketua DPRD Slamet Basuki.
2. Sri Indiyah.
3. Suwanto.
4. Agus Wardoyo.
5. Supono.
6. Sarjono.
7. Ashar Astika.
8. Suyono.
9. Suwito.
10. Djoko Sudiro.
11. Agus Purwanto.
12. Budhi Santoso.
13. Rus Utaryono.
14. Mahmudi Tohpati.
15. Ndewor Sutardi.
16. Siman Setiyawan.
17. Maryono.
Adapun berkas kedua terdiri dari:
1. Saiful Hidayat.
2. Sutrisno Yuwono.
3. Mu’alim.
4. Pambudi Prayogo.
5. Miswanto.
7. Zaini.
8. Suharno.
Nah, ternyata antar berkas tersebut terjadi selisih putusan. Pengadilan Negeri (PN) Sragen di kasus itu sama-sama menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara kepada 25 anggota DPRD Sragen pada 22 September 2008. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Semarang pada 18 Februari 2009 dan majelis kasasi pada 18 Februari 2010.
Tapi di tingkat peninjauan kembali (PK) terjadi selisih putusan. MA membebaskan delapan anggota DPRD Sragen, sedangkan sisanya dihukum penjara.
“Melepaskan para terpidana dari segala tuntutan hukum,” putus majelis sebagaimana dikutip dari website Mahkamah Agung (MA), Minggu (10/4/2016).
Kedelapannya diadili oleh hakim agung Hatta Ali, hakim agung Prof Dr Komariah Emong Sapardjaja dan Leopold Luhut Hutagalung. Ketiganya menyatakan uang yang dibagi-bagi tersebut dapat dibenarkan karena yang menjadi dasar pemberian yang adalah Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sragen Nomor 7 Tahun 2003 yang belum dibatalkan.
“Untuk menilai keabsahan suatu Perda adalah termasuk ranah hukum administrasi,” ujar majelis dengan suara bulat pada 29 Desember 2011.
Lalu bagaimana dengan 17 anggota dewan lainnya? Ternyata majelis PK yang mengadili berbeda sehingga memiliki pandangan yang tidak serupa. PK ketujuhbelas anggota DPRD Sragen tidak meluluhkan hati hakim agung Artidjo Alkostar dan hakim agung Suhadi.
“Setiap kasus pidana memiliki posisi kasus tersendiri dengan konsekuensi hukumnya sendiri sehingga putusan kasus di tempat lain tidak dapat dijadikan sebagai novum,” ucap Artidjo pada 10 September 2014.
Tapi putusan ini tidak bulat. Satu hakim anggota yaitu Syamsul Rakan Chaniago menilai cukup alasan melepaskan 17 anggota DPRD tersebut. Menurutnya disparitas tersebut bisa diterima sebagai novum. Hal itu juga didukung dengan kasus yang sama yaitu korupsi berjamaan di DPRD Sumatera Barat, DPRD Bogor dan DPRD Kutai Kertanegara yang semuanya dibebaskan Mahkamah Agung.
“Hakim anggota II (Syamsul Rakan Chaniago) berpendpat bahwa permohonan PK terpidana haruslah dinyatakan dikabulkan,” kata Syamsul Rakan Chaniago.
Tapi suara Syamsul Rakan Chaniago kalah dan ketujuhbelasnya tetep dinilai bersalah dan dihukum 1 tahun penjara.
(Kongres Advokat Indonesia)