Tempo.co – Program Manager International NGO for Indonesia Development (INFID) Khoirun Nikmah menghimbau agar pejabat publik yang terlibat dalam skandal Panama Papers mengundurkan diri dari jabatannya. Sebab, sebagai pejabat publik harusnya memberikan contoh yang baik bagi masyarakat dengan membayar pajak untuk pembangunan negara. “Harusnya meniru Perdana Menteri Islandia Sigmundur Gunnlaugsson yang mengundurkan diri dari jabatannya ketika masyarakatnya mendesak,” ujarnya dalam Konferensi Pers bertajuk Indonesia Darurat Mafia Perpajakan, di Kebayoran Baru, Jakarta, Ahad, 10 April 2016.
Sebagaimana diketahui, beberapa pejabat publik seperti Airlangga Hartanto, Johnny Gerard Plate, dan lainnya diduga tercantum dalam praktik penghindaran pajak dengan membangun perusahaan di negara tax havens yang menyediakan fasilitas untuk penghindaran pajak. “Tentu pemerintah perlu menginvestigasi lebih lanjut terhadap dokumen Panama tersebut dan mempublikasikan nama-namanya,” katanya.
Khoirun mengatakan dengan adanya penghindaran pajak tersebut, Indonesia kehilangan sekitar Rp 200 triliun setiap tahunnya. Khoirun berujar tingginya angka tersebut dikarenakan rendahnya kinerja otoritas pajak di Indonesia. “Selain itu rendahnya kepatuhan wajib pajak kelompok kaya dan korporasi juga jadi indikasi hilangnya potensi pajak itu,” ucapnya.
Khoirun menuturkan adanya skandal Panama Papers ini menunjukan buruknya sistem keuangan dan ekonomi global. Khoirun berujar, Indonesia perlu mempelopori perubahan tata kelola keuangan global terkait sistem perpajakan, penghentian rezim kerahasiaan data perpajakan dan perbankan. “Presiden Jokowi dapat menggunakan forum G-20 atau forum internasional lainnya untuk mendesak agenda-agensa itu,” ucapnya.
Ratusan perusahaan tercantum namanya dalam sebuah kebocoran dokumen finansial berskala luar biasa, dan melibatkan berbagai kepala negara baik mantan dan yang masih menjabat serta politikus, dan pengusaha besar dunia, termasuk Indonesia. Perusahaan itu didirikan di yurisdiksi bebas pajak, yang diduga bertujuan menghindari pembayaran pajak kepada negara.
The Panama Papers menyebut 899 orang dan perusahaan di Indonesia yang memiliki perusahaan cangkang di beberapa kawasan surga pajak. Dari jumlah itu, 803 berupa nama pemegang saham, 10 perusahaan, 28 perusahaan yang diciptakan, dan 58 nama pihak terkait.
Mereka semua terakit dengan berbagai perusahaan gelap yang sengaja didirikan di wilayah-wilayah surga bebas pajak (tax havens). Dokumen ini diketahui berasal dari sebuah firma hukum kecil namun amat berpengaruh di Panama yang bernama Mossack Fonseca. Firma ini memiliki kantor cabang di Hong Kong, Zurich, Miami, dan 35 kota lain di seluruh dunia.
Data ini mencakup email, tabel keuangan, paspor dan catatan pendirian perusahaan, yang mengungkapkan identitas rahasia dari pemilik akun bank dan perusahaan di 21 wilayah/yuridiksi offshore, mulai dari Nevada, Singapura sampai British Virgin Islands.
(Kongres Advokat Indonesia)