Tempo -Pimpinan DPRD Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, belum akan mengganti Fuad Amin Imron sebagai Ketua DPRD (non aktif), meski hakim banding memperberat hukuman bekas Bupati Bangkalan itu dari 8 tahun menjadi 13 tahun penjara. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga akan menyita sebagian besar aset terhukum tindak pidana pencucian uang itu berupa 70 bidang tanah, rumah, kondominium, belasan mobil serta uang Rp 250 miliar.
Wakil Ketua II DPRD Bangkalan Abdurrahman menilai sikap yang diambil lembaga wakil rakyat itu demi menghormati upaya hukum yang mungkin ditempuh Fuad pasca putusan banding. “Putusan ini belum berkekuatan hukum tetap. Jadi posisi beliau masih sama, Ketua DPRD non aktif,” kata dia, Rabu, 10 Februari 2016.
Menurut politisi Partai Demokrat ini, putusan itu berkekuatan hukum tetap jika Fuad tidak mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. “Kalau Kiai Fuad menerima putusan itu, putusannya inkracht, kami akan membahas posisi beliau sebagai ketua dewan.”
Namun bila kasasi, posisi Fuad Amin di DPRD Bangkalan tidak akan diutak-atik sampai adanya putusan dari Mahkamah Agung. “Jadi kami masih menunggu langkah yang akan ditempuh Kiai Fuad.”
Dia mengakui dengan status non aktif itu, Fuad tetap menerima gaji bulanan sebagai anggota dewan. “Beliau tidak lagi menerima tunjangan lainnya.”
Fuad ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi pada Selasa dini hari 2 Desember 2014. Tim Penyidik KPK yang dipimpin Novel Baswedan menangkap Fuad di rumah mewahnya di Kampung Saksak, Kelurahan Kraton, Kota Bangkalan. Fuad ditangkap seusai menerima suap pengadaan gas alam sebesar Rp700 juta. Belakangan, KPK juga menjerat Fuad dengan tindak pidana pencucian uang dan penyalahgunaan wewenang selama 10 tahun menjabat bupati.
Pada 19 Oktober 2015, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Fuad 8 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut sebanyak 15 tahun penjara. KPK lantas mengajukan banding atas putusan itu. Pada 9 Februari 2016, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukum Fuad menjadi 13 tahun penjara, vonis ini lebih ringan 2 tahun dari tuntutan jaksa penuntut.
Pembina LSM Lembaga Kajian Sosial Demokrasi (Leksdam) Bangkalan, Aliman Harish meminta masyarakat Bangkalan harus menanggapi dingin putusan itu. Yang terpenting, kata dia, perkara yang membelit Fuad harus menjadi pelajaran bagi pejabat di Bangkalan agar menjalankan birokrasi sesuai aturan. “Sebagai orang yang pernah dekat di awal reformasi dan kini berseberangan ideologi, saya prihatin.”
(Kongres Advokat Indonesia)