Cnnindonesia.com – Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim), Laksamana Muda TNI Darwanto menilai tidak tepat melayangkan gugatan kepada Presiden Joko Widodo terkait soal tidak adanya kantor polisi di Bandara Juanda Surabaya.
Menurut Darwanto gugatan tersebut kurang etis sehingga tidak perlu diajukan ke Presiden sebagai simbol negara. “Cukup diajukan ke internal TNI Angkatan Laut,” ujar Darwanto dalam konferensi pers di ruang VIP Makoarmatim, Ujung, Surabaya, Sabtu (9/4), seperti dilansir Antara.
Pangarmatim selaku Tergugat III dalam menanggapi gugatan Muhammad Sholeh SH Nomor 208/Pdt.G/2016/ PN.Sby tanggal 3 Maret 2016, menyampaikan bahwa Bandara Juanda memiliki peringkat terbaik dari segi pelayanan dan pengamanan.
“Itu berdasarkan penghargaan Asean Airport of the year 2013, best performing Indonesian Airport of the year 2013, dan excellence service experience Award 2013 and 2014,” ujar Darwanto.
Pimpinan tertinggi TNI Angkatan Laut Wilayah Surabaya itu menyatakan berdasarkan survei terakhir oleh Airport council internasional tingkat layanan di Bandara Juanda Surabaya juga meningkat dari skor 3,31 pada triwulan I/2014 menjadi skor 4,3 pada triwulan IV/2014.
“Apalagi, pengamanan dari TNI Angkatan Laut juga bekerja sama dengan Aviation Security (Avsec) atau pihak keamanan dari bandara. Semua objek vital nasional strategis milik TNI, pengamanannya dilakukan TNI dan tidak ada Polri di sana, namun pengamanannya berjalan dengan baik dan pengguna Bandara pun nyaman,” katanya.
Menurut Laksamana berbintang dua itu, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi selaku pimpinan tertinggi TNI Angkatan Laut merupakan sosok yang bisa diajak bicara dan dikenal bijak.
“Kondisi Bandara Juanda selama ini sudah aman, kondusif dan nyaman. Tidak ada kejahatan yang dapat dikatakan menonjol. Apabila diadakan pos keamanan dari institusi di luar TNI AL justru akan menambah biaya anggaran Negara, lebih-lebih dengan menambah jumlah personel petugas keamanan,” katanya.
Dari pantauan keamanan selama ini, dibandingkan dengan bandara lain di Indonesia, khususnya di Jawa, Bandara Juanda memiliki petugas keamanan yang berhasil mengungkap dan menangkap kejahatan yang terjadi di kawasan Bandara Juanda.
“Jadi, kalau M. Sholeh menyampaikan adanya kepentingan umum yang dirugikan dengan adanya TNI AL di Bandara Juanda, maka kepentingan umum yang mana? Jelas ada pembohongan publik dengan mendiskreditkan TNI AL dan sengaja mengadu domba hubungan TNI-Polri di Jatim yang sudah berjalan harmonis,” tuturnya.
Kepada M Sholeh, Darwanto mengingatkan bahwa Bandara Juanda merupakan kawasan militer yang sewaktu-waktu digunakan kepentingan keamanan negara melalui kekuatan tempurnya yaitu Pesawat Udara (Pesud) TNI Angkatan Laut.
“Melihat historisnya, berdirinya Lapangan Udara TNI Angkatan Laut (Lanudal) Juanda dibangun oleh TNI Angkatan Laut untuk mendukung tugas pokok penerbangan TNI Angkatan Laut dan merupakan bagian SSAT dan berdiri diatas tanah milik TNI Angkatan Laut yang tidak pernah dilalihkan statusnya kepada pihak manapun,” katanya.
Adanya SKB 3 menteri (Menhankam/Pangab, Menkeu dan Menhub) pada tahun 1981 dimaksudkan untuk mengalihkan pengelolaan penerbangan sipil yang semula dikelola oleh TNI Angkatan Laut, kemudian diserahkan manajemen pengelolaannya kepada Dirjen Perhubungan Udara, kemudian kepada PT. Angkasa Pura I (persero).
“Meski ada pengalihan itu, fungsi utamanya tetap mendukung tugas pokok penerbangan militer, khususnya pesawat-pesawat TNI Angkatan Laut. Sebagian besar Airport di Indonesia menempati Pangkalan Udara milik TNI, seperti Bandara Halim Perdana Kusuma milik TNI AU, Bandara Achmad Yani di Semarang milik TNI AD, Bandara Adi Sumarmo, Bandara Adi Sucipto, Bandara Abdur Rahman Saleh, Bandara Eltari milik TNI AU,” katanya.
(Kongres Advokat Indonesia)