Detik.com – Aparat Polres Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara membongkar peredaran 136 ton pupuk non-organik (NPK) ilegal dari Sukabumi, Jawa Barat. Selain membuat tanah tidak subur, pupuk berlabel ‘NPK Berlian’ itu membuat petani gagal panen.
“Yang pasti karena tidak mengandung senyawa kimia nitrogen, posfor dan kalium sehingga tanah menjadi tidak subur karena tidak ada unsur hara-nya dan ini bisa membuat petani gagal panen,” jelas Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok AKBP Hengki Haryadi kepada detikcom, Jumat (8/4/2016).
Hengki menjelaskan, kasus yang jadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini terungkap setelah polisi mendapatkan informasi dari petani yang merasa resah dengan adanya pupuk diduga palsu tersebut pada Februari 2016 lalu.
“Kemudian informasi tersebut kami selidiki, kami lakukan pengintaian ke pabriknya ternyata ada di Sukabumi. Kemudian kami tunggu kontainer yang membawa pupuk diduga palsu ini mau ke mana, ternyata ke Pelabuhan Tanjung Priok,” papar Hengki.
Saat itu, ada 4 kontainer yang mengangkut pupuk tersebut, memasuki kawasan pelabuhan Tanjung Priok. Polisi kemudian berkoordinasi dengan pihak ekspedisi dan Pelindo untuk mengambil sampel dari pupuk yang akan dikirim ke luar Jawa tersebut.
“Setelah koordinasi kami ambil sampel kemudian kami periksakan ke lab. Karena kami tidak bisa menahan kontainer tersebut apabila belum bisa dipastikan ada tindak pidana di situ, kemudian kami cek Labfor ternyata hasilnya pupuk tersebut tidak mengandung natrium, posfor dan kalium hanya nol sekian persen, jadi dipastikan itu pupuk palsu,” urainya.
Hengki menambahkan, selain membuat para petani merugi, adanya peredaran pupuk ilegal itu juga mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia.
“Ini kan akhirnya membuat petani merugi, kualitas pangan kita menjadi buruk dan ujung-ujungnya mengancam kedaulatan dan ketahanan pangan kita,” ujar perwira yang pernah terlibat dalam Satgas Dwell Time itu.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Priok Kompol Victor Inkiriwang mengatakan, setelah pihaknya mendapatkan hasil uji laboratorium, polisi kemudian mengamankan kontainer tersebut.
“Atas dasar tersebut, kemudian kami melakukan penyitaan terhadap total 136 ton pupuk NPK palsu,” ujar Victor.
Viktor menerangkan, bisnis para tersangka juga tidak memiliki izin produksi maupun izin mengedarkan. Tidak hanya itu, pupuk tersebut tidak memiliki standar SNI yang telah ditetapkan pemerintah.
Pada tanggal 24 Februari, 2 kontainer yang berisi 48 ton pupuk ilegal merk NPK BERLIAN 151515 di Pelabuhan Tanjung Priok. Selanjutnya, setelah dilakukan pemeriksaan saksi-saksi, pada 26 Februari polisi kembali menyita 1 kontainer berisi 24 ton pupuk merek yang sama.
“Seluruh pupuk ilegal yang terdapat dalam 3 kontainer tersebut diproduksi dan diedarkan oleh tersangka ES,” ucap Victor.
Pengungkapan tersebut terus dikembangkan sampai keesokan harinya, polisi kembali mengamankan 1 kontainer berisi 20 ton pupuk merekĀ NPK PLUS PONKHA yang diproduksi dan diedarkan oleh Tersangka S.
Tak sampai situ saja, polisi juga berhasil mengamankan 1 kontainer berisi 24 ton pupuk ilegal merek Phospate Alam SP-36 pada tanggal 1 Maret lalu.
Terakhir, pada tanggal 5 Maret lalu, polisi menyita sebuah kontainer yang mengangkut 20 tob pupuk merek Raja Sawit Ponkha yang diproduksi dan diedarkan oleh tersangka IS.
“Produksi ilegal pupuk di 4 pabrik di Sukabumi itu sudah dilakukan para tersangka sejak 2014 lalu,” tambahnya.
“Para tersangka juga mencantumkan label komposisi dan kadar unsur hara dalam kemasan yang tidak sesuai dengan komposisi dan kadar unsur hara yang terkandung dalam pupuk. Dan bahan-bahannya itu diberi pewarna pakaian agar seperti pupuk NPK. Ini tentunya membuat para petani tertipu,” kata Viktor.
(Kongres Advokat Indonesia)