Tempo.co – Komisi Pemberantasan Korupsi mencekal Sunny Tanuwidjaja, staf khusus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Menurut kuasa hukum Sanusi, Krisna Murti, nama Sunny disebut dalam berita acara pemeriksaan (BAP) kliennya. “Dalam BAP klien kami, ada percakapan antara klien kami dan Sunny,” ujar Krisna saat dihubungi, Jumat, 8 April 2016.
Irsan Gusfrianto, pengacara Sanusi yang lain, mengatakan Sunny punya peran besar dalam kasus suap reklamasi. “Ibarat Ahok itu rumah yang hanya punya satu pintu, Sunny itu pintunya,” katanya.
Irsan mengatakan, dalam kasus suap ini, Sunny aktif menghubungi para pengembang. Namun ia tidak mau menjelaskan secara rinci apa yang dilakukan Sunny selama pembahasan rancangan peraturan daerah. Yang jelas, kata dia, hasilnya untuk Ahok.
Irsan juga tak mau menyebutkan data yang membuktikan keterlibatan Ahok. Ia hanya mengatakan, “Raperda itu untuk kepentingan siapa? Dan yang mengajukan untuk dibahas di DPR itu siapa?”
Sunny Tanuwidjaja dicekal oleh KPK sejak 6 April 2016. Selama enam bulan ke depan, ia tidak diperbolehkan pergi ke luar negeri. Pencekalan ini dimaksudkan agar jika penyidik lembaga antirasuah membutuhkan dia, Sunny ada di dalam negeri.
Pada tanggal yang sama, penyidik lembaga antikorupsi itu juga mencekal Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Richard Halim. Sebelumnya, penyidik sudah mencekal bos Agung Sedayu, Sugianto Kusuma, pada 1 April 2016.
Permainan ini terbongkar setelah Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada 31 Maret 2016. Ia diduga menerima suap untuk melancarkan pembahasan Raperda Teluk Jakarta.
Dalam operasi tangkap tangan, penyidik menyita duit Rp 1,14 miliar. Lembaga antirasuah itu juga menetapkan tiga tersangka, yaitu Sanusi; bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja; dan karyawan Agung Podomoro, Trinanda Prihantoro.
(Kongres Advokat Indonesia)