Tempo.co – Kepala Bidang Penanganan Kasus Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Muhammad Isnur, mengharapkan dengan ditangkapnya Ariesman dan terkuaknya kasus reklamasi, tidak ada hakim yang diintervensi. “Kami sedikit berharap hakim punya kejujuran dan keberanian dalam melihat fakta dan hukum yang ada,” kata Isnur di PTUN Jakarta, Kamis, 7 Maret 2016.
Dia mengaku khawatir apabila sidang gugatan para nelayan terhadap reklamasi pantai di Teluk Jakarta diintervensi pasca penangkapan Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja oleh KPK. “Kami dari awal khawatir sidang ini diintervensi seperti kasus Tripeni (terpidana kasus suap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negeri Medan). Kami khawatir kami tidak punya kuasa mendeteksi apakah sidang ini jujur atau tidak,” kata Isnur.
Isnur, sebagai kuasa hukum para nelayan tradisional dan Walhi, berencana mendengarkan pembuktian dari pihak intervensi dua tergugat, yaitu pihak pengembang Pulau F, I, dan K, serta mendengarakan keterangan ahli dari PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan APL yang mengerjakan reklamasi Pulau G).
Sidang hari ini merupakan sidang yang digelar ke delapan sejak November 2015. Agendanya mendengarkan jawaban dari tergugat dua intervensi, yaitu para pengelola reklamasi Pulau F, I, K, (PT Jakarta Propertindo, PT Jaladri Kartika Eka Paksi, dan PT Pembangunan Jaya Ancol), terkait izin reklamasi yang diterbikan pemerintah pusat. Selain itu, juga akan mendengarkan keterangan ahli dari PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan PT Pembangunan Jaya Ancol, yang mengelola Pulau G.
Ihwalnya, Kelompok Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dan Wahana Lingkungan Hidup, mendaftarkan gugatannya itu kepada pemerintah pusat DKI Jakarta, pada September 2015. Ada lima pokok gugatan yang diajukan, yaitu soal kewenangan gubernur, soal prosedural pemerian izin yang dianggap melangkahi dan menabrak Undang-undang, reklamasi yang dianggap merusak lingkungan karena ketiadaan analisis mengenai dampak dan lingkungan hidup (Amdal), adanya pelanggaran hak asasi manusia, dan pelanggaran hak-hak lainnya.
(Kongres Advokat Indonesia)