Hukumonline.com – Setelah pemecatan terhadap Fahri Hamzah dari seluruh keanggotaan Partai Keadilan Sejahtera, Ledia Hanifa Amalia, resmi ditunjuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk menempati posisi Wakil Ketua DPR menggantikan Fahri. Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, pergantian posisi Fahri harus menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sebelum adanya putusan pengadilan maka Fahri masih sah sebagai pimpinan DPR.
“Tunggu sampai dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Mengapa begitu? Karena surat pemberhentian yang dikeluarkan oleh PKS sedang dipermasalahkan hukumnya di pengadilan. Oleh karena itu harus ditunggu sampai dengan selesai. Oleh karena itu konsekuensi dari itu keanggotaan Fahri sampai dengan saat ini masih dianggap sah. Dan oleh karena itu sah pula status beliau sebagai pimpinan DPR,” ujar Margarito saat dihubungi oleh hukumonline, Kamis (7/4).
Menurutnya, hal tersebut merupakan konsekuensi yang harus dihadapi ketika surat pemberhentian yang dikeluarkan dipermasalahkan secara hukum. Walaupun proses peradilan perdata memakan waktu yang cukup lama hal tersebut menjadi konsekuensi yang harus dihadapi oleh PKS.
“Perdata itu kan sangat lama, itu risiko secara hukum, kan itu bukan bicara lama atau cepat itu bicara mengenai akuntabilitas. Jadi risiko. Harus selasai, anda suka atau tidak suka, atau senang atau tidak senang, benci atau tidak benci harus ditunggu itu barang sampai selesai. Tunggu sampai dengan berkekuatan hukum tetap,” paparnya.
Sehingga, menurutnya penugasan yang dilakukan oleh PKS terhadap Ledia adalah merupakan urusan internal PKS. Namun, secara kelembagaan DPR tidak dapat meneruskan usul pemberhentian dari DPR kepada Presiden.
“DPR scara kelembagaan tidak bisa mengajukan usul pemberhentian ke presiden sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.
Di sisi lain, Aboe Bakar Alhabsy, anggota DPR dari Fraksi PKS mengatakan meski Fahri menggunakan jalan melawan partai dengan mekanisme hukum, hal itu tidak menjadi permasalahan. Menurutnya, partai bakal menghadapi Fahri di meja hijau dengan segala argumentasi dan bukti. Kendati demikian, proses pergantian Fahri melalui mekanisme tetap berjalan sesua dengan UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).
“Proses hukum tetap berjala. PKS juga proses pergantian tetap harus berjalan. Lihat saja aturan UU MD3, kalau sudah dilepas dari partai bagaimana coba,” ujarnya.
Utuk diketahui, Pasal 241 ayat (1) UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menyatakan bahwa dalam hal anggota partai politik diberhentikan oleh partai politiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239 ayat (2) huruf d dan yang bersangkutan mengajukan keberatan melalui pengadilan, pemberhentiannya sah setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sedangkan Pasal 241 ayat (3) bahwa Presiden meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 14 (empat belas) Hari sejak diterimanya usul pemberhentian anggota DPR dari pimpinan DPR.
Ketua DPR Ade Komarudin mengatakan, pihaknya belum menerima surat pergantian pencopotan Fahri dari DPP PKS. Begitu pula surat perihal pengganti posisi Fahri oleh Ledia. Menurutnya pemberhentian anggota DPR melalui mekanisme fraksi partai. Setelah itu, fraksi partai bersangkutan menyampaikan surat ke pimpinan DPR untuk kemudian dibawa ke dalam rapat pimpinan.
“Kita lihat persyaratannya, prosedural dilalui dengan baik atau tidak. Lalu kalau kaitan hukum dengan biro hukum, kalau tidak ada masalah, proses selanjutnya. Tapi kalau ada proses hukum, kita tunggu proses hukum yang ada,” ujarnya.
(Kongres Advokat Indonesia)